65 Juta Warga Indonesia Diderita Hipertensi, Menjadi Pemicu Penyakit Gagal Ginjal pada Usia Muda

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Indonesia mengalami masalah serius dengan hipertensi, dengan angka kasus yang diperkirakan mencapai 65 juta warga menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Namun, hanya 18,5 juta di antaranya telah terdeteksi, karena sebagian besar masyarakat belum sadar untuk melakukan pemeriksaan rutin tekanan darah. Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan harapan bahwa program Cek Kesehatan Gratis (CKG) dapat mengurangi selisih perbedaan ini. Ia menjelaskan bahwa hasil CKG menunjukkan angka prevalensi yang serupa dengan SKI, yang menguatkan perkiraan bahwa jumlah pasien hipertensi sebenarnya mencapai 65 juta.

Pemerintah berencana meluas intruksi skrining untuk mencapai 100 juta orang pada tahun depannya, dengan target 60-65 juta yang dapat diskrining pada akhir tahun. Meskipun demikian, tindak lanjut pengobatan dan pengelolaan pasien hipertensi masih rendah. Dr. Nadia memberikan contoh di beberapa kota besar, termasuk DKI Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Di Puskesmas Kembangan, Jakarta, terdapat 337 pasien hipertensi, tetapi hanya 48 dari mereka yang melakukan pengobatan, dengan 22 pasien yang terkendali. Sementara di Surabaya, Puskesmas Sidosermo menunjukkan hasil yang lebih baik, dengan 693 pasien dan semua pasien telah melakukan pengobatan, dengan 651 di antaranya terkendali.

Masalah lain yang dihadapi adalah penyebaran hoax yang membuat masyarakat ragu untuk berkonsultasi dengan dokter. Dr. Nadia menegaskan bahwa hipertensi sendiri yang merusak ginjal, bukan obat yang diberikan. Ia juga membeberkan bahwa 40 hingga 60 persen pasien hipertensi tidak pernah kembali untuk pengobatan. Hipertensi menjadi salah satu faktor risiko untuk stroke dan gagal ginjal. Deputi Direksi BPJS Kesehatan, Dr. dr. Ari Dwi Aryani, MKM, mengungkapkan bahwa biaya pengobatan diabetes dan hipertensi mencapai Rp35,3 triliun pada 2024. Ia juga menambahkan bahwa penyakit ini dapat mempengaruhi kesehatan jantung, ginjal, dan meningkatkan risiko stroke.

Selain itulah, tren kemunculan pasien hipertensi juga bergeser ke usia muda, dari semula di atas 50 tahun menjadi di rentang 30 hingga 40 tahun. Penambahan kasus ini tidak selalu menunjukkan peningkatan jumlah pasien, tetapi juga menunjukkan bahwa banyak pasien yang baru bisa mendapatkan akses pengobatan tercover BPJS Kesehatan.

Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia saat ini mengingatkan kita bahwa hipertensi bukan hanya masalah individu, tetapi tantangan kolektif. Keputusan untuk menjalani pemeriksaan rutin dan konsultasi medis tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk mengukur dampak jangka panjang pada kesehatan kita. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan hipertensi dapat mengurangi beban biaya kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan