Prospek Pemerintahan Gaza Setelah Perjanjian Gencatan Senjata Hamas-Israel

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan bahwa perang di Gaza telah selesai setelah perjanjian gencatan senjata ditandatangani oleh Israel dan Hamas. Kesepakatan ini mencakup penarikan mundur pasukan Israel dari sebagian wilayah Gaza serta pertukaran tahanan dan sandera antara kedua belah pihak. Namun, beberapa poin penting dalam rencana Trump belum selesai dan dapat mengancam keberlangsungan gencatan senjata.

Menurut rencana yang diajukan, Gaza akan diurus oleh komite Palestina yang teknokratis dan apolitis. Komite ini bertanggung jawab atas operasional layanan publik sehari-hari dan terdiri dari warga Palestina yang kompeten serta pakar internasional. Mereka akan bekerja di bawah naungan “Dewan Perdamaian”, sebuah badan transisi internasional yang akan mengawasi proses. Tony Blair, mantan Perdana Menteri Britania Raya, diyakini akan terlibat dalam Dewan tersebut. Selain itu, Amerika Serikat akan bekerja sama dengan negara-negara Arab dan internasional untuk membentuk pasukan stabilisasi yang akan memberikan pelatihan dan dukungan kepada kepolisian Palestina. Pasukan ini akan berkoordinasi dengan Yordania dan Mesir untuk menjamin keamanan jangka panjang di Gaza.

Israel bertekad untuk memaksakan Hamas melucuti senjatanya. Trump menegaskan bahwa jika Hamas tidak melakukan demobilisasi, pihak Amerika akan mengambil alih. Namun, Hamas menolak pelucutan senjata dan menyatakan bahwa mereka tidak akan ikut serta dalam pemerintahan Gaza selama masa transisi, meskipun tetap menjadi bagian inti dari struktur Palestina. Sementara itu, rekaman video dan foto menunjukkan kehadiran anggota milisi Hamas di jalan-jalan Gaza setelah penarikan mundur pasukan Israel. Hamas membantah niat untuk mengambil alih kendali penuh, tetapi sumber lokal mengutip bahwa ribuan personel telah dikirim untuk menguasai wilayah yang dikosongkan.

Setelah gencatan senjata, terjadi bentrokan antara petempur Hamas dan klan-klan lokal, menewaskan dan melukai puluhan orang. Trump memberikan lampu hijau kepada Hamas untuk melakukan “operasi keamanan internal” dan menyatakan bahwa Hamas memiliki wewenang sementara untuk menghentikan kerusuhan. Namun, Netanyahu, Perdana Menteri Israel, sebelumnya pernah menyatakan bahwa Israel telah mengaktifkan klan-klan untuk melawan Hamas. Hamas menuduh klan-klan tersebut bekerja sama dengan Israel. Pada Juni 2025, Netanyahu menegaskan bahwa senjata yang diberikan kepada kelompok pimpinan Yasser Abu Shabab adalah upaya untuk menyelamatkan nyawa tentara Israel.

Menurut analis Palestina, Jihad Harb, ada dua pilihan untuk masa depan Gaza: memungut izin dari Israel untuk Hamas mengendalikan wilayah atau secara bertahap menyerahkan kekuasaan kepada Otoritas Palestina (PA). Namun, Netanyahu menolak keduanya, dengan alasan bahwa Hamas tetap menjadi ancaman dan PA tidak memiliki legitimasi di Gaza. Israel juga melayangkan kritikan terhadap Otoritas Palestina karena dianggap tidak mampu mengatasi korupsi dan tidak siap mengelola Gaza. Namun, Otoritas Palestina menyambut baik rencana Trump dan menyatakan bahwa mereka siap mengambil alih pemerintahan Gaza setelah reformasi selesai.

Trump awalnya mengusulkan ide untuk mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”, tetapi rencana terbarunya tidak mencakup hal tersebut. Belum jelas siapa saja anggota teknokrat Palestina yang akan terlibat dalam komite transisi, dan rincian tentang “Dewan Perdamaian” masih kabur. Trump menyatakan bahwa pasukan multinasional yang akan dikirimkan tidak akan sering digunakan karena masyarakat akan berperilaku baik. Namun, ia tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang solusi dua negara atau peran Tony Blair dalam rencana tersebut.

Mesir dan Qatar berperan sebagai mediator utama dalam perundingan damai. Keduanya mendukung Deklarasi New York, yang menyarankan pembentukan komite administratif transisi di Gaza di bawah naungan Otoritas Palestina. Deklarasi ini mencakup tata kelola dan penegakan hukum di seluruh wilayah Palestina, termasuk Gaza. Keberhasilan Otoritas Palestina dalam mengelola Gaza akan bergantung pada banyak faktor, termasuk dukungan internasional dan stabilitas politik.

Para pekerja dan pemerhati politik harus menyadari bahwa keberhasilan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas tidak hanya bergantung pada komitmen kedua belah pihak, tetapi juga pada dukungan internasional dan kestabilan internal di Gaza. Masyarakat internasional perlu terus memantau perkembangan situasi dan memberikan dukungan yang tepat agar proses perdamaian dapat berlangsung dengan lancar.

Kesimpulan: Dalam membangun masa depan Gaza, kolaborasi antara pihak-pihak terkait dan keberanian untuk melakukan perubahan adalah kunci. Setiap langkah yang diambil harus diarahkan untuk menciptakan harmoni dan keadilan bagi semua warga, dengan menyadari bahwa perdamaian bukan hanya easy, tetapi juga memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan