Kehadiran Mikroplastik dalam Curah Hujan di Jakarta Wajib Diatasi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Partikel mikroplastik yang berbahaya ditemukan ada dalam air hujan di Jakarta. Ini menjadi peringatan bahwa polusi plastik juga dapat mencemari atmosfer. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sejak tahun 2022.

Muhammad Reza Cordova, peneliti dari BRIN, menjelaskan bahwa setiap sampel air hujan di Jakarta mengandung mikroplastik. Partikel-plastik mikroskopis ini terbentuk dari degradasi limbah plastik yang terbawa udara akibat aktivitas manusia. “Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” paparnya, Sabtu (18/10/2025).

Reza selanjutnya mengatakan bahwa mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. Menurut penelitian, rata-rata terdeteksi sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari dalam sampel hujan di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa siklus plastik telah menjangkau atmosfer.

Reza menjelaskan bahwa mikroplastik dapat naik ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, lalu terbawa angin sebelum turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal sebagai atmospheric microplastic deposition. “Sikluk plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” katanya.

Kekhawatiran muncul karena mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa, sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan. Selain itu, plastik mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat yang dapat lepas ke lingkungan saat terurai menjadi partikel mikro atau nano. Di udara, partikel ini juga bisa mengikat polutan lain, seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan. “Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” ungkap Reza.

Menurut Reza, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait masalah ini. Namun, studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dapat menimbulkan dampak kesehatan serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan.

Reza menilai bahwa hujan yang mengandung partikel plastik ini merupakan refleksi dari perilaku manusia terhadap bumi. Dia mengatakan partikel plastik ini berasal dari banyaknya plastik yang dibuang sembarangan dan sampah yang dibakar tanpa dipilah. “Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena malas memilah, semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya,” katanya.

Reza menilai edukasi publik menjadi salah satu kunci penting dalam upaya pengurangan polusi mikroplastik. Dia mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan tidak membakar limbah sembarangan. “Kesadaran masyarakat bisa menekan polusi mikroplastik secara signifikan,” ujarnya.

Reza juga menambahkan bahwa air hujan yang mengandung partikel plastik berpotensi mencemari sumber air permukaan dan laut, dan akhirnya masuk ke rantai makanan. Gaya hidup urban modern, seperti yang terjadi di Jakarta dengan populasi lebih dari 10 juta jiwa dan kendaraan mencapai 20 juta unit, menjadi salah satu penyebab utama peningkatan mikroplastik di atmosfer. “Sampah plastik sekali pakai masih banyak, dan pengelolaannya belum ideal. Sebagian dibakar terbuka atau terbawa air hujan ke sungai,” tuturnya.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan BRIN terkait temuan partikel mikroplastik di air hujan Jakarta. Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menilai temuan tersebut sebagai alarm lingkungan yang perlu dihadapi bersama. “Kami memandang temuan BRIN ini sebagai alarm lingkungan yang perlu direspons cepat dan kolaboratif. Polusi plastik kini bukan hanya urusan laut atau sungai, tetapi sudah sampai di langit Jakarta,” kata Asep dalam keterangan, Sabtu (18/10).

Asep mengatakan pihaknya tengah memperkuat program pengendalian sampah plastik dari hulu hingga hilir, termasuk pemantauan kualitas udara dan air hujan secara terpadu. Pemprov DKI telah menerapkan kebijakan untuk menekan timbulan sampah plastik sekali pakai, seperti Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan, serta perluasan program Jakstrada Persampahan yang menargetkan 30 persen pengurangan sampah dari sumbernya. Selain itu, Jakarta juga terus memperluas bank sampah, TPS 3R, dan inisiatif daur ulang berbasis komunitas agar limbah plastik tidak lagi berakhir di lingkungan terbuka.

Asep menyebut bahwa DLH DKI saat ini sedang berkoordinasi dengan BRIN untuk memperluas pemantauan mikroplastik dalam udara dan air hujan sebagai bagian dari sistem Jakarta Environmental Data Integration (JEDI), platform pemantauan kualitas lingkungan berbasis data. Hasil pengukuran ini diharapkan dapat menjadi dasar kebijakan yang lebih kuat dalam pengendalian polusi plastik di udara.

Penelitian mengenai mikroplastik telah memperkuat bukti bahwa polusi plastik telah mencapai tingkat global, tidak hanya di perairan tapi juga di atmosfer. Studi menunjukkan bahwa mikroplastik dapat tersebar melalui udara dan akhirnya masuk ke dalam sistem ekosistem, termasuk ke dalam tubuh manusia. Hal ini memungkinkan bahaya kesehatan jangka panjang, seperti gangguan metabolism, sistem imun, dan bahkan kanker.

Penggunaan plastik harus diatur lebih ketat, dengan prioritas pada pengembangan bahan alternatif yang ramah lingkungan. Upaya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat juga diperlukan untuk menangani masalah ini secara holistik. Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya daur ulang dapat menjadi langkah awal yang efektif.

Sekarang, setiap tindakan individu untuk mengurangi polusi plastik akan memiliki dampak besar. Mulai dari mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah dengan benar, hingga mendukung kebijakan lingkungan yang ada. Jakarta, sebagai kota metropolitan, memiliki peran penting dalam menampilkan komitmen terhadap pengurangan polusi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan