Santri Kota Tasikmalaya Siapkan Gerakan Lebih Luas

Para santri di Kota Tasikmalaya melaksanakan aksi protes terhadap siaran televisi nasional yang dianggap memalsukan hubungan antara santri dan kiai, sehingga merangsang semangat kolektif yang lebih luas.

Dalam menghadapi perayaan Hari Santri 22 Oktober, gerakan ini berubah menjadi komitmen bersama untuk mempertahankan dan mempromosikan citra asli pesantren serta menampilkan karakter santri yang sesungguhnya.

Menurut para santri, adegan yang ditayangkan bukan hanya kesalahan media, tetapi merusak nilai-nilai inti kehidupan pesantren, seperti hormat kepada gurunya dan kesetiaan antara murid dengan kiai.

Momen perayaan Hari Santri tahun 2025 justru menjadi titik balik untuk mengembalikan peranan pesantren dalam masyarakat, terutama bagi Tasikmalaya yang dikenal sebagai Kota Santri.

“Insyaallah, kegiatan pada 22 Oktober ini hanya pemanasan. Setelah melihat semangat santri untuk menunjukkan aktivitas dan citra sejati mereka, kami akan merencanakan acara yang lebih besar, dengan bimbingan MUI,” ungkap Wakil Ketua PCNU Kota Tasikmalaya, KH Aceng Mubarok, setelah aksi damai para santri, Rabu (16/10/2025).

Aceng menjelaskan, protes ini bukan karena kemarahan, melainkan sebagai panggilan moral untuk mengukuhkan peranan pesantren di tengah peradaban modern.

“Kami akan ikut serta dan menggelar acara besar. Santuni gerakan santri yang sesungguhnya,” tegasnya.

Sejak dideklarasikan sebagai hari nasional, 22 Oktober tidak hanya simbolis. Hari Santri mewakili perjuangan panjang kaum santri, dari Resolusi Jihad 1945 hingga perjuangan mereka dalam bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi umat Islam saat ini.

Santri tidak hanya belajar agama, tetapi juga sebagai penjaga moral dan pelestari nilai-nilai Indonesia.

Dukungan ini semakin kuat sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Negara mengakui pesantren sebagai sistem pendidikan khas Indonesia, melahirkan generasi yang berakhlak, berkarakter, dan beradab.

“Pendidikan pesantren memadukan pengetahuan dengan peradaban. Santri dibina untuk hidup penuh keyakinan dan takwa. Hidup bermartabat dan mati syahid telah lama menjadi semangat utama mereka,” tambah KH Aceng.

Pesantren bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga tempat membentuk karakter dan menaati etika. Melalui proses ini, santri dibentuk untuk menghadapi segala tantangan dengan keyakinan yang kuat dan nilai-nilai yang mulia. Peran mereka sebagai penjaga moral dan pelestari budaya menjadi semakin penting untuk masa depan bangsa.

Perjalanan panjang kaum santri telah menunjukkan betapa pentingnya peran mereka dalam membangun masyarakat yang adil dan beretika. Dari Resolusi Jihad 1945 hingga kontribusi mereka dalam berbagai bidang, santri telah menjadi pilar yang kuat dalam kehidupan beragama dan sosial. Melalui pendidikan pesantren, mereka tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga dibina untuk menjadi insan yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Dalam menghadapi tantangan masa depan, semangat santri akan terus menjadi sinar yang menerangi jalan menuju masa depan yang lebih cerah.

Baca juga Berita lainnya di News Page