Mahasiswa Sentil Pemerintah dalam Perayaan Hari Ulang Tahun ke-24 Kota Tasikmalaya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dalam perayaan Hari Jadi ke-24 Kota Tasikmalaya, para mahasiswa memaparkan kritikan terhadap performa pemerintahan setempat. Mereka merasa, pencapaian pembangunan yang ditampilkan hingga kini masih jauh dari harapan warga, terutama dalam penyediaan layanan dasar dan upaya penanggulangan kemiskinan. Munawar, sekretaris PMII Komisariat Unper Tasikmalaya, mengemukakan bahwa peringatan hari jadi harus menjadi kesempatan untuk melakukan evaluasi mendalam, bukan sekadar acara rutin tanpa isi yang berarti.

Menurutnya, perayaan hari jadi ini malah tersaidi ironi. Meskipun dilaksanakan dengan anggaran yang besar, yang tampak hanya kegemboelan pejabat dalam kegiatan yang hanya simbolis. Sementara itu, masyarakat masih dihadapkan dengan masalah kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan layanan kesehatan yang tidak memuaskan. Munawar menegaskan bahwa kinerja pemerintah di tingkat dasar tampak tidak menunjukkan perubahan nyata. “Kami meminta pemerintah berhenti menggelar acara-acara yang hanya kosmetik dan segera memberikan solusi praktis yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat,” katanya.

Menurut Irham Ikhwani, ketua PMII Komisariat Unper Tasikmalaya, peringatan hari jadi ini seharusnya menjadi momen untuk refleksi bagi para pemimpin daerah. Dia menegaskan bahwa Tasikmalaya masih menjadi kota dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Barat, yang mencapai antara 11,10 hingga 11,53 persen. Ini menunjukkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang ada hanya berupa omong kosong. “Pemerintah belum berhasil menciptakan perubahan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Irham mengidentifikasi tiga permasalahan utama yang perlu menjadi prioritas pemerintah: krisis pelayanan kesehatan, kesenjangan pendidikan, dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang lemah. Pertama, ia menghendaki revitalisasi pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soekardjo, yang saat ini mengalami masalah antrean yang tidak teratur, ketersediaan obat yang terbatas, dan administrasi yang tidak transparan. “Kami menuntut audit lengkap terhadap manajemen rumah sakit ini,” katanya.

Kedua, dia menegaskan bahwa kesenjangan pendidikan semakin terlihat. Banyak anak yang tidak bersekolah, dan akses pendidikan tinggi masih sulit bagi masyarakat berpendapatan rendah. “Sekarang pendidikan sudah menjadi hal mewah bagi banyak orang,” tambahnya.

Menurut laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tasikmalaya, angka kemiskinan di kota ini telah mengalami peningkatan sejak tahun 2024. Ini disebabkan oleh kenaikan harga verder dan penurunan pendapatan masyarakat. Selain itu, program social yang ada belum efektif dalam menolong warga yang tertinggal. Studi kasus yang dilakukan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) juga menunjukkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan di RSUD dr. Soekardjo masih jauh dari harapan, dengan 70% pasien merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan.

Meskipun tantangan besar masih ada, ini juga menjadi peluang bagi pemerintah setempat untuk menunjukkan komitmennya. Dengan langkah-langkah yang tepat, Kota Tasikmalaya bisa menjadi kota yang lebih inklusif dan sejahtera. Jangan biarkan kesempatan berubah menjadi kesempatan yang terlewatkan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan