Wamenperin Tanggap Permintaan Kenaikan Upah Minimum 8,5%

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, telah merespon permintaan buruh untuk peningkatan upah minimum tahun 2026 dalam rentang 8,5% hingga 10,5%. Dia menjelaskan bahwa industri baru saja pulih dari kondisi yang sulit, sehingga permasalahan kenaikan upah perlu dibahas dengan berbagai pihak terlebih dahulu. Kementerian Ketenagakerjaan akan mengumumkan keputusan terkait pada bulan November mendatang.

“Kalau sudah sembuh lalu segera dipaksa berlari, mungkin permasalahan ini perlu dibahas bersama,” katanya saat dihubungi di Hotel JS Luwansa, Jakarta, pada Kamis (16/10/2025). Faisol menambahkan bahwa komunikasi yang baik diperlukan untuk menyesuaikan keinginan buruh dengan kemampuan perusahaan. Kementerian Ketenagakerjaan akan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan perundingan tersebut.

“Menurut saya, jika kondisi baik, tentu saja masuk akal. Namun jikalau masih tidak memadai, maka harus ada komunikasi agar titik temu ditemukan,” tambahnya. Sebelumnya, buruh terus mengajukan tuntutan kenaikan upah minimum tahun 2026 sebesar 8% hingga 10,5%. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, perhitungan ini didasarkan pada beberapa faktor.

Alasan utama adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168 tahun 2024, yang menyatakan bahwa kenaikan upah minimum harus mempertimbangkan kebutuhan hidup layak, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks lainnya. “Koalisi Serikat Pekerja KSP-PB, termasuk KSPI, tetap mengusulkan kenaikan upah minimum antara 8,5% hingga 10,5%,” ungkap Said Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (13/10/2025).

Menurut data terbaru, pengaruh kenaikan upah minimum pada produktivitas kerja menunjukkan hasil campuran. Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan upah dapat meningkatkan motivasi pekerja, tetapi juga mempengaruhi keputusan perusahaan dalam hal penghematan biaya atau peningkatan harga. Sebagai contoh, dalam kasus industri manufaktur di beberapa negara, kenaikan upah minimum telah menjadi katalis untuk inovasi operasional, tetapi juga mengakibatkan penutupan beberapa pabrik kecil yang tidak mampu menyesuaikan diri.

Dari sudut pandang ekonomi, tingkat inflasi saat ini menjadi faktor kritis. Dengan inflasi yang terus naik, kenaikan upah menjadi salah satu cara untuk menjaga daya beli buruh. Namun, tanpa peningkatan produktivitas yang seimbang, langkah ini bisa mengakibatkan tekanan pada keuangan perusahaan. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan 2% dalam kenaikan upah dapat memengaruhi sebesar 0,5% hingga 1% dalam peningkatan harga produk bagi konsumen.

Untuk mencapai keseimbangan, diperlukan pendekatan yang holistik. Buruh dan pemilik perusahaan harus bekerja sama untuk meningkatkan efisiensi tanpa mengorbankan kepentingan salah satu pihak. Studi kasus di beberapa negara telah menunjukkan bahwa perundingan kolektif yang inklusif dapat menemukan solusi yang memenuhi kebutuhan semua pihak. Misalnya, di negara Nordic, model dialog sosial telah berhasil mendorong kestabilan industri dan kesejahteraan buruh secara berkelanjutan.

Dalam konteks ini, roda dan komunikasi efektif antara Kementerian Ketenagakerjaan, buruh, dan pembuat kebijakan industri akan menjadi kunci dalam mencapai titik temu yang sehat. Perdebatan ini tidak hanya tentang angka, tetapi juga tentang menjaga kelestarian industri serta kualitas hidup buruh. Keputusan yang tepat harus diambil dengan bijak, karena dampaknya akan terasa oleh seluruh lapisan masyarakat.

Meskipun tantangan masih ada, peluang untuk membangun sistem yang lebih adil dan produktif tetap terbuka. Dengan kerjasama dan visi bersama, masa depan industri dan buruh di Indonesia bisa menjadi lebih cerah.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan