Stok Limbah di Bantargebang Jakarta untuk Pembangkit Listrik Melimpah

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta saat ini menghadapi peningkatan volume sampah yang signifikan. Sementara itu, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang masih memiliki stok sampah yang cukup besar, mencapai 55 juta ton. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mengembangkan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) untuk mengatasi masalah ini. Langkah ini sedang dibahas secara teknis bersama dengan Danantara.

Gubernur Jakarta, Pramono Anung, mengungkapkan bahwa kota ini menghasilkan sekitar 8.000 ton sampah setiap hari. Dengan stok sampah yang melimpah, dia memperkirakan Jakarta mampu mengoperasikan beberapa pembangkit listrik dari sampah sekaligus. Setiap PLTSa diharapkan menghasilkan sekitar 35 megawatt listrik. Pramono juga menegaskan bahwa ada minat tinggi dari investor dan operator internasional untuk berpartisipasi dalam proyek ini, karena infrastruktur dan pasar energi di Jakarta dianggap sudah matang.

Untuk menyelesaikan masalah sampah di Jakarta, pembangunan PLTSa diproyeksikan tidak akan memerlukan biaya tipping fee jika tarif listrik sesuai dengan standar. Hal ini diperkirakan akan mempercepat penyelesaian masalah pengelolaan sampah di ibu kota. Pramono optimis bahwa kerjasama dengan PLN akan menunjang kesuksesan proyek ini.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, menyatakan bahwa Jakarta tidak termasuk dalam program awal Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) karena kurangnya lahan dan air yang memadai. Jakarta menghasilkan 8.000 ton sampah per hari, dan situasi ini telah masuk kedaruratan. Hanif meminta Gubernur Pramono untuk segera menyediakan prasyarat yang diperlukan, termasuk lahan dan akses air. Dia juga mengharuskan agar proyek PSEL tidak menghadapi penolakan masyarakat nantinya.

Hanif juga mengajukan permintaan serupa kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mempersiapkan lahan dan air untuk proyek PSEL di Bandung. Kota ini juga merupakan salah satu penggerak utama masalah sampah yang serius. Pemerintah pusat tidak akan merekomendasikan pembangunan PSEL di Jakarta dan Jawa Barat sebelum semua persyaratan dipenuhi, karena dana yang digunakan berasal dari Danantara dan harus dikelola dengan bijak.

Jakarta dan Bandung merupakan dua kota yang paling banyak menghasilkan sampah, dan jumlahnya telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Oleh karena itu, Hanif mengingatkan kedua gubernur untuk segera memenuhi semua persyaratan pengelolaan sampah menjadi energi listrik. Dia menegaskan bahwa proyek ini harus diatur dengan cermat, mulai dari kesiapan lahan, akses air, koneksi listrik, hingga dukungan dari masyarakat.

Menghadapi tantangan pengelolaan sampah yang kompleks, Jakarta dan Bandung harus bergerak cepat untuk memanfaatkan teknologi PLTSa dan PSEL. Ini bukan hanya solusi untuk mengurangi sampah, tetapi juga untuk menghasilkan energi listrik yang bersih dan berkelanjutan. Keduanya harus bersinergi dengan semua pihak, termasuk pemerintah pusat, investor, dan masyarakat, untuk mencapai kesuksesan dalam proyek ini. Sekarang adalah waktunya untuk beraksi, sebelum masalah sampah semakin mempengaruhi kualitas hidup di kedua kota ini.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan