Pemprov Jabar Didesak PKS Jaga Nilai Keikhlasan dalam Gerakan Poe Ibu

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Gerakan Rereongan Sapoe 1.000, atau Poe Ibu, menjadi subjek perbincangan hangat di masyarakat Jawa Barat. Inisiatif ini, yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, bertujuan untuk mengembangkan semangat gotong royong. Namun, diskusi publik yang terjadi lebih banyak berfokus pada saling sindir di media sosial daripada pada inti program tersebut.

Tanggapan juga muncul dari dunia legislatif, khususnya dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Jawa Barat. Ketua Fraksi PKS Jawa Barat, KH Tetep Abdulatip, menyoroti bahwa nilai-nilai rereongan adalah warisan budaya dan ajaran Islam yang menghargai kerja sama serta perhatian sosial. Namun, ia juga menekankan bahwa gotong royong yang sejati harus didasarkan pada keikhlasan, bukannya tekanan.

Tetep memperingatkan bahwa jika program Poe Ibu dijadikan kewajiban administratif bagi ASN, siswa, atau masyarakat dengan pengawasan birokratis yang ketat, maka makna keikhlasan akan hilang. “Rereongan yang sesungguhnya hanya bisa berkembang dari hati yang ikhlas, bukan dari paksaan,” kata Tetep kepada Radartasik.id.

Selain itu, PKS menyampaikan beberapa masukan terkait pelaksanaan program. Pertama, gerakan rereongan harus bersifat sukarela, bukan kewajiban yang dipaksakan. Kedua, transparansi dan akuntabilitas harus dijaga ketat. Pemerintah harus menjelaskan dengan terang mekanisme pengumpulan, penyebaran, dan pemanfaatan dana rereongan agar setiap satuan uang yang dikumpulkan memiliki tujuan manfaat yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, sasaran program harus konkret dan berkelanjutan.

PKS mendorong agar gerakan rereongan difokuskan pada membantu kelompok rentan, memberdayakan wanita, dan menguatkan ekonomi keluarga miskin, bukan hanya sebagai acara tahunan yang seremonial. Selain itu, PKS juga menekankan pentingnya adanya regulasi dan koordinasi lintas sektor untuk mencegah tumpang tindih dengan program pemerintah lainnya. Tanpa tata kelola yang kuat, inisiatif sosial seperti Poe Ibu justru bisa menimbulkan salah pengertian atau bahkan penyalahgunaan.

Menurut Tetep, rereongan merupakan simbol persatuan masyarakat Sunda. Jangan sampai nilai-nilai mulia ini terganggu akibat pendekatan birokratis yang tidak tepat.

Terakhir, peran masyarakat dalam mendukung program seperti ini sangat krusial. Dengan keikhlasan dan kerjasama yang sungguh-sungguh, gerakan rereongan dapat menjadi contoh inspiratif bagi daerah lain. Mari kita jaga nilai-nilai persatuan dan gotong royong agar terus berdampak positif pada kehidupan masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan