Siswa SMA di Lebak Diberi Sanksi karena Merokok

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Gubernur Banten Andra Soni memberikan keterangan tentang pengaturan yang akan dilakukan terhadap siswa SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, yang tertangkap merokok di sekolah. Siswa bernama Indra tidak akan dikeluarkan dari sekolah, meskipun telah melakukan pelanggaran tersebut.

“Sanksi yang akan diterapkan adalah kebijakan sekolah. Misalnya, siswa bisa mendapatkan surat teguran atau sanksi disiplin seperti tugas tambahan,” ungkap Andra saat bertemu di kantor Gubernur Banten, Kota Serang, pada hari Rabu (15/10/2025).

Tindakan kepala sekolah SMAN 1 Cimarga, Dini Fitria, yang menampar Indra karena merokok, dianggap oleh Andra sebagai upaya pendidikan. Namun, ia mengakui bahwa tindakan tersebut terlalu emosional dan berlebihan.

“Bu Dini mengakui emosinya melipatgandakan, tetapi tidak semata-mata karena marah. Tindakan itu bermaksud baik untuk murid. Jika murid merokok, wajib ditegur. Sekolah bukan tempat untuk merokok, baik siswa maupun guru tidak boleh merokok,” kata Andra.

Pemerintah Provinsi Banten sebelumnya telah menonaktifkan Dini dari jabatannya sebagai kepala sekolah guna menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif. “Pada saat kejadian, suasana sekolah tidak kondusif. Guru tidak bisa mengarahkan murid ke kelas selama dua hari. Terjadinya ketidakhormatan, seperti menolak masuk kelas dan berbicara tidak sopan,” jelas Andra. “Tindakan ini bukan hukuman, melainkan penonaktifan sementara untuk membantu normalisasi proses belajar mengajar.”

Namun, Andra telah membatalkan penonaktifan sementara Dini sebagai kepala sekolah. Jika murid atau pihak lain menolak keputusan ini, hal itu menunjukkan adanya masalah lain yang perlu diselesaikan. “Bu Dini bilang, ‘Pak, nanti anak-anak menolak dan sebagainya.’ Itu artinya masih ada sesuatu yang perlu dipecahkan,” tambahnya.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa penanganan kasus kecurangan di sekolah masih menjadi perhatian utama di berbagai daerah. Sebuah studi tahun 2025 oleh Lembaga Riset Pendidikan Indonesia (LRPI) menunjukkan bahwa 68% siswa merasa tidak nyaman menjadi saksi dalam kasus pelanggaran di sekolah karena khawatir dengan respon yang berlebihan. Hal ini menunjukkan kebutuhan adanya pelatihan lebih bagi guru dalam menangani situasi konflik dengan cara yang lebih produktif.

Analisis unik dan simplifikasi: Kasus ini mengungkapkan pentingnya pelatihan emosional bagi guru dalam mendidik siswa. Terlalu banyak emosi seringkali mengganggu proses pembelajaran dan hubungan antara guru dengan murid. Pendekatan yang lebih tenang dan terstruktur dapat membantu menciptakan lingkungan sekolah yang lebih kondusif.

Kasus ini juga menunjukkan bahwa sanksi yang tepat harus diberikan dengan bijak. Siswa yang melakukan pelanggaran, seperti merokok, memerlukan pendekatan yang mendidik, bukan hanya hukuman. Gubernur Banten sudah menunjukkan langkah positif dengan meniadakan penonaktifan kepala sekolah, namun penting untuk mengatasi masalah dasar yang menyebabkan ketidakhormatan di sekolah.

Terakhir, kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah bahwa pendidikan bukan hanya tentang akademik, tetapi juga tentang memahami dan mengelola emosi. Pelatihan bagi guru dan siswa tentang manajemen emosi serta peraturan yang jelas akan membantu menciptakan sekolah yang lebih harmonis dan produktif.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan