"Rahasia Politik ‘Bestie’ untuk Membangun Indonesia Maju"

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo, Presiden ke-7 Indonesia, bertemu di kediaman Kertanegara IV, Jakarta Selatan, pada tanggal 4 Oktober 2025. Kehadiran kedua tokoh tersebut dalam pertemuan ini menarik perhatian masyarakat. Beberapa pihak melihatnya sebagai langkah politik, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai usaha untuk memperkuat semangat persatuan. Dalam sesi silaturahmi ini, kedua tokoh bangsa duduk bersama dalam suasana yang hangat dan kebangsaan.

Kertanegara IV bukan hanya tempat tinggal Presiden Prabowo, tetapi juga menjadi tempat penting bagi berbagai kegiatan politik. Di sini, Prabowo sering bertemu dengan tamu-tamu negara, baik dalam kapasitas sebagai Menteri Pertahanan maupun Presiden. Antara lain, Wakil Perdana Menteri Australia Richard Marles, utusan khusus Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, dan Menteri Energi Uni Emirat Arab Suhail Al Mazrouei. Sekarang, Kertanegara menjadi ruang silaturahmi, pertemuan, dan simbol baru dalam politik Indonesia.

Pertemuan Jokowi dan Prabowo di Kertanegara memiliki makna politik yang kaya. Beberapa pihak menginterpretasikannya dengan pandangan sinis, bahkan ada yang mengartikannya sebagai intervensi politik. Namun, pandangan seperti ini biasanya muncul dalam demokrasi yang terbuka. Sebaliknya, pertemuan ini justru membawa pesan kebangsaan yang kuat. Hubungan Jokowi dan Prabowo telah melalui berbagai fase, dari rivalitas politik hingga menjadi teman dekat. Mereka menunjukkan ketulusan dalam mengabdi untuk daerah dan bangsa, melepas ego masa lalu demi keberhasilan bersama.

Hubungan antara elitel politik seperti ini dapat menjadi perekat sosial yang tidak formal, membantu menjaga stabilitas politik di Indonesia. Hal ini penting agar perbedaan politik tidak menjadi sumber fragmentasi sosial. Pertemuan di Kertanegara bisa menjadi teladan bagi tokoh politik lain untuk membangun semangat persatuan. Politik bestie ini mengajarkan tentang kepentingan bersama, kontinuitas kepemimpinan, dan kesinambungan dalam menjaga stabilitas nasional.

Pertemuan Presiden Prabowo dan Jokowi di Kertanegara juga dapat diartikan sebagai manifestasi dari politics of recognition dalam politik Indonesia saat ini. Ini menunjukkan pengakuan antara dua pemimpin yang berdiri di ruang yang sama demi kontinuitas dan kemajuan demokrasi. Jokowi menunjukkan dukungan penuh terhadap Prabowo sebagai Presiden, sementara Prabowo menghormati karya besar yang telah dilakukan Jokowi selama dua periode kepemimpinan.

Dalam Budaya politik yang sering terpolarisasi, pertemuan ini menunjukkan kebijaksanaan dan kematangan. Kekuasaan adalah amanah rakyat yang harus dijaga dan diperbaiki untuk kemajuan bangsa. Pertemuan ini bukan tentang dominasi, melainkan tentang kesinambungan dan semangat persatuan. Kertanegara menjadi tempat simbolik untuk rekonsiliasi dan konsensus nasional, meneguhkan nilai-nilai kebangsaan dalam masyarakat yang semakin terpecah informasi dan kepentingan.

Kecurigaan berlebihan dalam politik hanya akan memperlebar jurang sosial dan merusak kepercayaan antarwarga. Sebaliknya, seperti yang ditegaskan oleh Talcott Parsons (1951), masyarakat akan stabil dengan adanya nilai bersama yang disepakati. Pertemuan Prabowo dan Jokowi adalah bentuk nyata upaya menjaga konsensus dalam membangun demokrasi dan persatuan untuk Indonesia maju.

Pertemuan antara pemimpin negara bukan hal baru di dunia. Di Amerika Serikat, Presiden terpilih sering bertemu dengan mantan Presiden untuk diskusi transisi kekuasaan. Di Prancis, Presiden sekarang sering mengundang mantan Presiden untuk forum kenegaraan. Di Korea Selatan, pertemuan Presiden dan mantan Presiden menjadi simbol kesatuan. Kertanegara tidak harus dilihat sebagai arena politik sempit, tetapi sebagai simbol peradaban politik yang matang di Indonesia. Di sini, dialog antargenerasi kepemimpinan bisa tumbuh tanpa beban dosa masa lalu.

Ketika dua pemimpin saling menghormati dalam semangat persaudaraan, ini bukan hanya peristiwa politik, tetapi ekspresi dari demokrasi yang matang. Demokrasi bukan tentang persaingan abadi, tetapi kolaborasi untuk membangun Indonesia majukan. Pertemuan ini mengajarkan bahwa demokrasi yang sehat diukur dari kemampuan pemimpin dan rakyat untuk membangun konsensus, kepercayaan, kontinuitas, dan rekognisi. Dari sini, bangsa dapat maju dengan optimisme baru menuju Indonesia yang lebih baik.

Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo di Kertanegara IV memiliki makna yang melampaui dimensi politik. Dalam atmosfer politik yang kerap terfragmentasi, peristiwa ini menjadi oase dan pengingat bahwa kepemimpinan sejati selalu bertumpu pada kebesaran jiwa untuk mengakui, menghormati, dan melanjutkan estafet pembangunan. Mereka menunjukkan bahwa demokrasi yang matang diukur dari kemampuan para pemimpin dan rakyatnya untuk membangun konsensus, kepercayaan, kontinuitas, dan rekognisi. Dari sinilah bangsa ini dapat melangkah dengan optimisme baru menuju Indonesia maju.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan