Perajin Payung Tradisional di Tasikmalaya Hadapi Tantangan Penurunan Permintaan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di Kota Tasikmalaya, payung geulis yang mengenalkan diri sebagai ikon terkenal justru tidak dijadikan focus dalam aktivitas sehari-hari. Padahal, ketika kota merayakan hari jadinya, para perajin malah terlewatkan kesempatan untuk mengubah kerajinan tangan mereka menjadi sumber penghiduan.

Dalam sebuah rumah sederhana yang terletak di Kampung Panyingkiran, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, suara sapuan kuas masih terdengar lembut. Di situ, Warkiyah, yang lebih akrab disebut Mak Iyah, menekuni lukisan bunga dan awan di atas payung tradisional yang pernah menjadi kebanggaan kota ini. Walaupun usianya sudah mencapai delapan dekade dan mata mulai buram, semangatnya tak pernah redup untuk melanjutkan kegemarannya menyajikan seni melalui payung geulis.

Mak Iyah dikenal sebagai seorang maestro. Sejak kecil, ia sudah suka menggores-gores kertas dan kanvas. Keterampilan ini kemudian berkembang menjadi semangat yang tak pernah padam, membuat ratusan payung geulis keluar dari tangan kerajinannya. Bahkan kuas yang ia gunakan terbuat dari rambutnya sendiri, untuk mengoptimalkan kebendruan dan ketepatan gerakan saat melukis.

Namun, saat Kota Tasikmalaya merayakan ulang tahun ke-24, tidak ada undangan bagi Mak Iyah dan keluarga untuk menampilkan karya mereka. Tidak ada pameran, tidak ada panggung, dan tidak pula pesanan massal yang biasanya jatuh saat kota merayakan hari jadinya.

“Kini, kami hanya tetap di tempat. Permintaan payung tidak terlalu banyak, hanya ada pada saat-saat tertentu. Dulu penjualan bahkan sampai ke luar negeri, sekarang hanya menunggu acara-acara khusus,” ungkap Sandi Mulyana, pemilik rumah produksi Payung Geulis Karya Utama yang menaungi Mak Iyah, dalam wawancara Rabu (15/10/2025).

Sandi menuturkan, industri kreatif di Tasikmalaya kini terlihat menyusut. Tidak hanya payung geulis, tetapi juga kerajinan bordir, kelom, batik, dan mendong. Umumnya, ulang tahun kota menjadi kesempatan bagi para pelaku UKM untuk meraih pesanan dari berbagai pihak. Namun, kali ini suasananya terasa hening.

“Kata-kata acara akan dibuat sederhana, mungkin itu yang berpengaruh. Kami menghargai, tapi kita juga butuh memenuhi kebutuhan. Jika kita ikut terlibat, tentu akan senang,” tambahnya.

Kota Tasikmalaya memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai harga, dan payung geulis adalah salah satu buktinya. Namun, tanpa dukungan yang konsisten, seni dan keterampilan tradisional ini berisiko hilang dari pandangan publik. Saat ini, perajin seperti Mak Iyah dan Sandi berusaha mengekspor daya kreativitas mereka, tetapi tanpa dukungan yang tepat, cita rasa seni lokal ini risiko terlupakan. Jika kita ingin melestarikan warisan budaya, maka dukungan aktif dan perhatian dari berbagai pihak diperlukan agar kreativitas lokal terus berkembang dan dinikmati oleh generasi mendatang.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan