Pemerintah Ajukan Strategi Fiskal untuk Menangani Utang Proyek Kereta Cepat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dengan mengaku-aku bahwa dana APBN tidak akan dipergunakan untuk memenuhi kewajiban utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, keterangan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa patut mendapatkan pujian. Dalam situasi defisit anggaran dan kebutuhan pengeluaran sosial yang besar, keputusan tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam menerapkan disiplin fiskal dan manajemen keuangan negara yang lebih kaku. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah bertekad menjaga kelanjutan proyek Infrastruktur besar meskipun tanpa menambah beban keuangan negara. Dalam konteks kebijakan publik, ini menjadi sinyal positif bahwa arah pembangunan di masa depan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada APBN, melainkan pada inovasi pendanaan yang lebih cerdas dan berbasis investasi.

Sebelumnya, salah satu masalah utama pada proyek nasional strategis adalah batasan yang kabur di antara tanggung jawab pemerintah dan BUMN. Ketika proyek menghadapi krisis keuangan, sering kali APBN menjadi “penyelamat terakhir”. Pola seperti ini jelas tidak sehat karena menciptakan ketergantungan fiskal dan dapat merusak kepercayaan pasar. Dengan menegaskan bahwa utang kereta cepat harus diselesaikan melalui mekanisme korporasi dan investasi, bukan melalui APBN, pemerintah tengah memperbaiki struktur lembaga pembangunan nasional. Hal ini bukan berarti negara mengabaikan tanggung jawabnya, melainkan menegakkan akuntabilitas pada pelaku proyek.

Menurut data yang disampaikan oleh Menkeu Purbaya, pendanaan proyek ini akan diarahkan melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), lembaga yang memiliki pendapatan dividen mandiri sekitar Rp80 triliun per tahun. Dengan modal tersebut, Danantara bisa menjadi penyerap beban baru dalam pembiayaan Infrastruktur strategis, tanpa mempengaruhi APBN. Inovasi pendanaan ini menandai perubahan paradigma dari “pembangunan berbasis utang” menuju “pembangunan berbasis aset dan investasi”. Model ini mirip dengan praktik terbaik seperti yang dilakukan oleh Temasek Holdings di Singapura atau Government Pension Fund di Norwegia, di mana lembaga pengelola aset negara menjadi motor pendanaan Infrastruktur dan industri strategis. Dengan demikian, pemerintah tidak hanya membangun proyek, tetapi juga menciptakan mekanisme ekonomi yang produktif dan mandiri. Setiap rupiah yang dialokasikan melalui Danantara dapat menghasilkan_dividen baru yang kembali ke negara tanpa menambah utang luar negeri. Pendekatan ini menunjukkan visi fiskal yang lebih matang di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, di mana tanggung jawab fiskal dan ambisi pembangunan berjalan seiring.

Pernyataan Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani bahwa negosiasi restrukturisasi utang kereta cepat dengan pihak China sedang berlangsung juga patut diapresiasi. Langkah ini bukan sekadar soal angka, tetapi upaya memperbaiki model pendanaan secara menyeluruh agar risiko serupa tidak berulang. Dengan restrukturisasi ini, pemerintah mendorong reformasi struktural pada proyek besar yang melibatkan kerjasama internasional. Prinsipnya sederhana: proyek boleh besar, tapi manajemen harus lebih baik. Reformasi seperti ini menjadi bukti bahwa Indonesia sedang belajar dari pengalaman dan membangun model baru yang lebih berkelanjutan.

Meski masih ada persoalan pembiayaan, tidak bisa diabaikan bahwa kereta cepat telah memberikan dampak ekonomi yang nyata. Data PT KCIC menunjukkan jumlah penumpang telah mencapai 30 ribu per hari. Waktu tempuh yang lebih singkat antara Jakarta dan Bandung mendorong pertumbuhan pariwisata, perhotelan, dan UMKM di sepanjang rute. Mensesneg Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pemerintah melihat kereta cepat sebagai bagian dari visi jangka panjang pembangunan transportasi nasional. Bahkan, ada rencana memperluas jalur hingga ke Surabaya. Jika dikelola dengan baik, proyek ini bisa menjadi standar transportasi modern yang tidak hanya mempercepat mobilitas, tapi juga mengubah peta ekonomi Jawa.

Dari sudut kebijakan publik, langkah ini menunjukkan arah baru dalam manajemen fiskal dan korporasi negara. Pemerintah ingin menegakkan disiplin keuangan tanpa menghentikan proyek strategis. Inilah bentuk kepemimpinan fiskal yang rasional namun progresif, yaitu membangun dengan tanggung jawab, bukan dengan beban. Tantangan selanjutnya adalah menjaga transparansi dan komunikasi publik. Pemerintah perlu menjelaskan dengan terbuka kepada masyarakat bahwa keputusan ini bukan tanda pengabaian, melainkan strategi untuk memperkuat dasar ekonomi jangka panjang. Dengan disiplin fiskal, inovasi pendanaan, dan restrukturisasi yang adil, Indonesia tengah maju menuju pola pembangunan yang lebih mandiri, akuntabel, dan tahan terhadap krisis. Keputusan untuk tidak memakai APBN dalam membayar utang kereta cepat bukan sekadar kebijakan teknokratis. Ini adalah pesan moral bahwa pembangunan negara harus berani, tapi juga bertanggung jawab.

Trubus Rahardiansah, pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, mengemukakan bahwa langkah pemerintah dalam menghindari penggunaan APBN untuk utang kereta cepat Jakarta-Bandung menunjukkan disiplin fiskal yang kuat. Inovasi pendanaan melalui Danantara dan restrukturisasi utang dengan China menandai perubahan paradigma dalam manajemen proyek Infrastruktur nasional. Data menunjukkan bahwa proyek ini sudah memberikan manfaat ekonomi nyata, seperti peningkatan pariwisata dan UMKM. Namun, tantangan selanjutnya adalah menjaga transparansi dan komunikasi publik agar masyarakat memahami keputusan ini sebagai bagian dari strategi jangka panjang.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan