
Jakarta – Suhu yang sangat tinggi dan menyengat saat ini dirasakan oleh beberapa daerah di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa dan Bali. Fenomena ini telah menjadi perhatian umum. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menjelaskan alasan di balik kehangatan ekstrem ini. Menurut BMKG, penyebabnya adalah pergeseran matahari ke selatan, yang memengaruhi cuaca di wilayah tersebut.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, menjelaskan bahwa pergeseran matahari ke selatan menyebabkan kondisi cuaca di Indonesia saat ini. “Kini mengapa terasa sangat panas? Karena di bagian selatan, matahari sekarang telah pindah ke posisi selatan wilayah Indonesia,” katanya saat berbicara dengan wartawan di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Kemenhut), Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
Selain itu, penurunan pertumbuhan awan hujan di selatan juga berdampak pada peningkatan suhu. “Ini juga menyebabkan pertumbuhan awan hujan di selatan menjadi jarang. Oleh karena itu, suhu terasa panas karena tidak ada awan yang menutupi sinar matahari,” tambahkan Guswanto.
Cuaca panas ini diperkirakan akan berkurang seiring dengan datangnya musim hujan. Menurut prediksi BMKG, cuaca panas ekstrem akan mulai mereda sekitar akhir Oktober hingga awal November 2025. Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, mengatakan bahwa perubahan ini terjadi karena peningkatan tutupan awan. “Kemungkinan cuaca panas ekstrem akan mulai menurun akhir Oktober hingga awal November, bersamaan dengan masuknya musim hujan dan peningkatan tutupan awan,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (14/10).
Cuaca panas ekstrem yang sedang terjadi saat ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, terhambatnya tutupan awan, sehingga sinar matahari langsung menembus ke permukaan. “Mengapa terasa lebih panas? Pertama, tutupan awan minim, sinar matahari langsung menembus tanpa hambatan,” jelas Dwikorita. Kedua, radiasi matahari meningkat, terutama di wilayah daratan seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Selain itu, Indonesia saat ini sedang dalam masa pancaroba, yaitu peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, yang biasanya dikarenakan cuaca yang tidak menentu.
BMKG juga memprediksi bahwa fenomena La Niña lemah akan terjadi dari Oktober 2025 hingga Januari 2026. Hal ini akan menyebabkan peningkatan curah hujan secara bertahap. “Prediksi hujan akan meningkat, mulai November hingga Januari, terutama di wilayah dengan suhu laut yang hangat yang dapat memicu peningkatan curah hujan,” ujarnya.
Suhu panas juga dilaporkan terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Di Pulau Jawa, misalnya, panas terik terjadi di Jakarta hingga Surabaya. “Beberapa wilayah dengan suhu tertinggi dan paling terdampak termasuk DKI Jakarta dengan suhu mencapai 35°C. Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, suhunya sampai 36°C,” kata Guswanto kepada wartawan, Selasa (14/10). Di Jawa Tengah, suhu di Semarang, Grobogan, dan Sragen berkisar antara 34-35°C, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara mencapai suhu hingga 35°C.
BMKG mengimbau masyarakat untuk menghindari paparan langsung dengan sinar matahari, terutama antara pukul 10.00-16.00 WIB. Selain itu, masyarakat juga dianjurkan untuk menggunakan pelindung diri seperti topi, payung, dan sunscreen saat beraktivitas di luar rumah.
Data Riset Terbaru:
Menurut sebuah studi terbaru dari Universitas Indonesia, pemanasan global telah memperparah kondisi cuaca ekstrem di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa pergeseran matahari dan penurunan tutupan awan tidak hanya terjadi karena faktor alamiah, tetapi juga dipengaruhi oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa suhu rata-rata di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya telah meningkat secara signifikan dalam sepuluh tahun terakhir.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Cuaca panas ekstrem yang sedang terjadi saat ini bukan hanya masalah sementara, tetapi juga refleksi dari perubahan iklim yang lebih luas. Meskipun pergeseran matahari dan La Niña adalah faktor alamiah, dampaknya diperparah oleh pemanasan global. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pengurangan emisi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Masyarakat juga bisa berperan dengan mengurangi aktivitas yang meningkatkan emisi, seperti penggunaan kendaraan pribadi dan penggunaan energi fosil.
Kesimpulan:
Suhu panas yang menyengat di Jawa dan Bali bukan hanya disebabkan oleh faktor alamiah, tetapi juga oleh perubahan iklim yang parah. Meskipun cuaca akan berangsur-angsur mereda seiring dengan datangnya musim hujan, ini adalah tanda bahwa kita harus lebih serius dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Setiap individu memiliki peran dalam mengurangi dampak negatif ini, mulai dari mengurangi penggunaan plastik hingga menggunakan energi terbarukan. Mari berbuat sesuatu sekarang sebelum dampaknya semakin parah.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.