Kemauan Politik dalam Membangun Ekonomi Berdaulat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah telah menampilkan kemajuan yang signifikan dalam pengembangan ekonomi nasional selama beberapa bulan terakhir. Dalam kondisi geopolitik yang tidak menentu dan ancaman resesi global, Indonesia tidak lagi mengadopsi posisi sebagai pasar terbuka tanpa arah ideologis tertentu. Sebaliknya, negara ini kini mengukuhkan kedaulatan ekonomi melalui kebijakan yang terukur, selektif, dan didasarkan pada nilai-nilai kebangsaan.

Inisiatif seperti Patriot Bond, restrukturisasi Proyek Strategis Nasional (PSN), dan penguatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai alat pembangunan nasional menunjukkan perubahan dalam pendekatan ekonomi. Model ini dapat disebut sebagai kapitalisme berpusat pada negara, yang sesuai dengan konsep yang pernah diperkenalkan di Indonesia pada 1959, dan kemudian diterapkan di Singapura (1971) dan Tiongkok (1983). Dalam model ini, modal swasta tetap aktif, tetapi arah dan loyalitasnya ditentukan oleh kepentingan nasional, bukan pasar global.

Kebijakan ini hanya akan berhasil jika tidak terganggu oleh mafia ekonomi dan spekulan yang mempergunakan kebijakan negara untuk kepentingan pribadi. Serangan yang menuduh individu sebagai “kapitalis global” bukanlah kritik yang konstruktif, tetapi strategi pecah-belah yang dapat membangkitkan kebencian sosial dan sentimen SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan). Hal ini dapat merusak persatuan nasional dan menghambat upaya transformasi menuju ekonomi berdaulat. Oleh karena itu, suksesnya kebijakan ekonomi nasional tidak hanya bergantung pada unsur teknis, tetapi juga pada disiplin moral dan pengawasan terhadap upaya penyimpangan kepentingan.

Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan, telah memberikan kontribusi signifikan dalam mendorong ekonomi berdaulat. Melalui tulisan-tulisannya di Bulletin Ekonomi Moneter dan Perbankan serta makalah di LPEM-UI, ia menekankan pentingnya intervensi negara yang cerdas dalam menentukan arah fiskal dan nilai tukar. Berbeda dengan paradigma liberal yang menyerahkan pasar kepada mekanisme global, Purbaya mengusung pendekatan di mana fiskal dan moneter harus menjadi alat kedaulatan nasional, bukan hanya penjaga stabilitas harga.

Dalam pandangannya, nilai tukar harus diarahkan bukan hanya pada kestabilan makro, tetapi juga pada daya saing strategis untuk memperkuat ekspor dan investasi domestik. Kebijakan fiskal yang ekspansif dan disiplin diperlukan untuk memperkuat daya beli masyarakat dan memastikan manfaat pembangunan merata hingga lapisan masyarakat yang paling membutuhkan. Selain itu, integrasi kebijakan BUMN dan keuangan negara harus menjadi instrumen kedaulatan ekonomi, bukan hanya efisiensi administratif. Transformasi struktur industri nasional harus dimulai dari sektor hulu seperti energi, pangan, dan pertahanan, agar ekonomi Indonesia tidak menjadi bagian dari rantai pasok global.

Pemikiran Purbaya melanjutkan cita-cita Sumitronomics (ekonomi berpusat pada negara dan rakyat), Ekonomi Pancasila yang diusung Mubyarto, dan strategi “industrial policy” yang pernah dibahas oleh Prof. Habibie. Ia berusaha mencari keseimbangan antara pasar, negara, dan rakyat dalam sistem yang lebih adil dan berdaulat.

Langkah konkret yang diambil Purbaya, seperti pengendalian defisit anggaran secara adaptif, penguatan koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter dengan Bank Indonesia, serta dorongan untuk pembentukan Patriot Bond dan pembiayaan PSN berbasis leverage sovereign, menunjukkan konsistensi antara filsafat kebijakan ekonomi nasional dan strategi intelijen ekonomi negara.

Arah ini menghidupkan kembali semangat Prof. Sumitro Djojohadikusumo, arsitek ekonomi bangsa yang sejak 1950-an menegaskan pentingnya ekonomi campuran, di mana negara memimpin pembangunan dan sektor swasta menjadi mitra strategis. Sumitro menekankan pentingnya membangun kapital nasional dan industri dasar agar tidak tergantung pada modal asing. Ia menganggap pembangunan sebagai tugas moral untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menjaga martabat bangsa.

Pemikiran Sumitro sejalan dengan gagasan Ekonomi Pancasila, yang memegang keseimbangan antara efisiensi ekonomi dan keadilan sosial. Dalam konteks saat ini, kebijakan re-nasionalisasi kapital dan Patriot Bond adalah pembaruan terhadap ide-ide tersebut, dengan menyesuaikan diri pada tantangan global yang semakin kompleks.

Secara geopolitik, kebijakan ini memperkuat posisi Indonesia di tengah persaingan antara kapitalisme global Barat, nasionalisme ekonomis Asia, dan eksperimentasi multipolar BRICS. Indonesia menegaskan bahwa pembangunan nasional bukanlah alat dominasi modal asing, tetapi sarana untuk memperkuat daya tawar negara di arenanya internasional.

Dari sisi moral strategis, kemauan politik ini mengembalikan ekonomi sebagai alat perjuangan nasional. Nasionalisme ekonomi pada masa lalu menjadi fondasi perjuangan kemerdekaan, dan kini bertransformasi menjadi nasionalisme finansial, di mana kekuatan kapital menjadi bagian dari pertahanan negara. Fenomena “Sembilan Haji” melambangkan perubahan struktural dari oligarki pasar bebas menuju kapital nasional yang berlandaskan moral dan patriotisme. Negara tidak lagi menjadi fasilitator pasar, tetapi pemimpin moral dan ideologis dalam pembangunan ekonomi baru Indonesia.

Kebijakan ekonomi berdaulat bukan hanya strategi teknokratis, tetapi juga operasi intelijen moral, yaitu penataan ulang kesetiaan ekonomi agar sesuai dengan tujuan negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan utama adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.

Kemauan politik tanpa integritas moral sepertinya akan segera padam. Meskipun bisa menghangatkan sesaat, ia tidak akan menerangi jalan bangsa. Pada masa transisi menuju kedaulatan ekonomi, musuh terbesar bukan hanya kekuatan asing, tetapi juga pengkhianatan dari dalam negeri, yakni mafia dan spekulan yang menjadikan kebijakan publik sebagai sekedar alat untuk transaksi pribadi. Mereka memecah-belah bangsa dengan narasi kebencian, mengadu rakyat dengan rakyat, dan bersembunyi di balik jargon nasionalisme semu.

Oleh karena itu, kemauan politik ekonomi berdaulat harus dilindungi dengan kesadaran intelijen nasional, yaitu kecerdasan untuk membedakan patriot sejati dari aktor yang berkamuflase. Hanya dengan moral Pancasila dan disiplin kebangsaan yang kuat, Indonesia dapat memastikan bahwa ekonomi bukan menjadi alat segelintir, tetapi menjadi perisai dan pelita bagi seluruh rakyat Indonesia.

Terbaru, studi menunjukkan bahwa negara-negara yang sukses dalam transformasi ekonomi berdaulat sering kali mengalami resistensi internal dari kelompok-kelompok yang terancam keuntungannya. Hal ini menguatkan argumen bahwa integritas moral dan disiplin kebangsaan merupakan elemen kunci dalam menjaga stabilitas dan kesuksesan kebijakan ekonomi. Selain itu, analisis menunjukkan bahwa integrasi kebijakan fiskal dan moneter dengan strategi industri nasional dapat meningkatkan daya saing ekonomi dengan efisiensi yang lebih tinggi.

Kasus sukses Singapura dan Tiongkok sebagai contoh negara yang mengadopsi kapitalisme berpusat pada negara memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Kedua negara ini berhasil membangun industri domestik yang kuat sambil menjaga stabilitas ekonomi. Pembelajaran ini relevan bagi Indonesia dalam merancang kebijakan ekonomi yang seimbang antara kepentingan nasional dan pertumbuhan ekonomi. Studi kasus ini menunjukkan bahwa model ekonomi campuran, di mana negara memiliki peran aktif dalam memimpin pembangunan, dapat menjadi solusi yang efektif dalam menghadapi tantangan global.

Dalam rangka mengukuhkan ekonomi berdaulat, penting untuk meningkatkan kolaborasi antara BUMN, sektor swasta, dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui pembentukan platform kolaborasi yang memfasilitasi pertukaran informasi, tecnologi, dan sumber daya. Dengan demikian, Indonesia dapat membangun ekosistem ekonomi yang lebih inklusif dan berdaya saing. Kesimpulan, upaya transformasi ekonomi berdaulat harus didukung oleh kesadaran moral dan disiplin kebangsaan yang kuat. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat mewujudkan visi ekonomi yang adil, berdaulat, dan berlandaskan nilai-nilai kebangsaan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan