Djuyamto Bagi Wawancara Eksklusif Soal Eksepsi Migor dan Kasus Gazalba Saleh

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dalam sidang kasus suap terkait vonis lepas kasus ekspor minyak goreng (migor), hakim terdakwa Djuyamto membahas perbedaan pesan yang diterimanya dari dua tokoh terkait. Menurutnya, pesan dari mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan mantan Ketua PN Jakarta Pusat Rudi Suparmono berbeda. Arif menurut Djuyamto menolak agar eksepsi perkara migor dikabulkan, sementara Rudi hanya meminta agar perkara tersebut dibantu.

Djuyamto menjelaskan bahwa eksepsi perkara migor tidak dapat dikabulkan karena alasan hukum tidak terpenuhi, serta karena risiko respon publik yang negatif terhadap putusan kabul eksepsi Gazalba Saleh, mantan hakim agung yang kemudian menjadi tersangka kasus gratifikasi. Gazalba awalnya bebas dari penjara setelah eksepsinya dikabulkan, namun akhirnya dihukum 10 tahun penjara. Vonis ini diperberat menjadi 12 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, sebelum MA menyunat hukuman kembali menjadi 10 tahun pada Januari 2025.

Dalam kasus migor, jaksa mendakwa Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom menerima suap total Rp 40 miliar. Uang suap tersebut diduga berasal dari pengacara-klien korporasi migor. Distribusi uang tersebut mencakup Rp 15,7 miliar untuk Arif, Rp 2,4 miliar untuk Wahyu Gunawan, Rp 9,5 miliar untuk Djuyamto, serta Rp 6,2 miliar untuk Agam dan Ali masing-masing.

Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan pihak-pihak berwenang dan dampaknya pada keadilan. Dampak positif dari kasus ini bisa menjadi pelajaran bahwa integritas dalam keadilan harus dijaga dengan sungguh-sungguh.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan