Penyataan Kepsek SMA di Banten yang Menyadarkan Siswa: Tidak Ada Penegakan Disiplin Berlebihan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kepala SMAN 1 Cimarga, Banten, bernama Dini Fitri, membela tindakannya setelah terjadi peristiwa penamparan terhadap siswa. Menurutnya, tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan tidak terencana.

“Saya tegang menegur dengan keras, bahkan sampai ada sentuhan pelan karena kesulitan mengendalikan emosi. Tapi saya pastikan, tidak ada pemukulan yang keras,” ungkap Dini kepada wartawan, Selasa (14/10/2025).

Insiden ini terjadi selama kegiatan “Jumat Bersih” di sekolah yang bertujuan mengedukasi siswa tentang pentingnya kebersihan. Dini melihat salah satu siswa tidak ikut serta dalam kegiatan dan malah terlihat merokok di sekitar kantin sekolah.

“Kamu sedang merokok. ‘Tidak, Bu.’ Namun rokoknya tidak ada di tangannya. Cari sendiri (puntung rokoknya), ibu akan lihat. Yang membuat saya marah adalah sikapnya yang berbohong,” terang Dini.

Tindakan Kepala Sekolah ini dibantah oleh orang tua siswa, yang kemudian melaporkan ke pihak berwenang. Kanit PPA Satreskrim Polres Lebak, IPDA Limbong, mengonfirmasi adanya laporan dari pihak orang tua.

“Sudah (laporan ke polisi), saat ini kasus ini mulai ramai,” kata Limbong.

Pelaporan dilakukan pada hari Jum’at (10/10) yang lalu. Menurutnya, laporan tersebut terkait tuduhan penamparan dari kepala sekolah kepada siswa. Polisi sedang menyelidiki lebih lanjut untuk mendapatkan keterangan yang lengkap.

“Laporan ini terkait adanya penamparan dari kepala sekolah, terkait fakta-fakta sedang dalam proses penyelidikan. Kami akan undang semua pihak terkait, termasuk saksi untuk mendapatkan informasi yang seimbang,” jelasnya.

Saat ditanya lebih lanjut, salah satu orang tua siswa, Tri Indah Alesti, mengatakan kasus ini sudah dipegang oleh kuasa hukumnya.

“Maaf, semua sudah dipegang oleh kuasa hukum saya,” ujarnya singkat.

Menurut data terbaru dari Kementerian Pendidikan, Kasus kekerasan di sekolah masih menjadi isu yang serius di Indonesia, dengan lebih dari 300 laporan yang dicatat hanya pada tahun 2025 saja. Hal ini menegaskan pentingnya adanya proses pengadilan yang adil dan transparan dalam menghadapi kasus-kasus seperti ini.

Studi kasus yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Pendidikan menunjukkan bahwa kebanyakan kasus kekerasan di sekolah terjadi karena ketidakmampuan guru atau tenaga pendidikan dalam mengelola emosi. Hal ini mengingatkan kami bahwa pendidikan tentang pengelolaan emosi dan komunikasi efektif sangat penting untuk para pendidikan agar dapat menghindari insiden seperti ini.

Kasus ini juga membangkitkan perhatian masyarakat terhadap peran kepala sekolah dalam menciptakan lingkungan sekolah yang positif dan non-violent. Para guru dan kepala sekolah harus menjadi model yang baik bagi siswa, bukan hanya dalam akademik, tetapi juga dalam perilaku dan etika.

Kemungkinan, permasalahan ini bisa diatasi dengan adanya pelatihan khusus bagi para guru dan kepala sekolah tentang cara menangani konfrontasi dengan siswa. Dengan begitu, insiden kekerasan di sekolah dapat diminimalkan.

Kasus penamparan ini mengajarkan kita betapa pentingnya komunikasi yang baik antara guru dengan siswa. Tindakan spontan yang tidak terkontrol dapat memiliki dampak yang tidak diinginkan, dan penting bagi semua pihak untuk selalu berpikir dua kali sebelum bertindak.

Bukan hanya sebagai tempat belajar, sekolah juga harus menjadi tempat lengkapnya pembentukan karakter siswa. Peran kepala sekolah dalam menciptakan iklim sekolah yang positif tidak bisa diabaikan. Dengan adanya tindakan yang bijaksana dan penanganan yang tepat, kasus seperti ini bisa dihindari.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan