Eksekusi Mati Dibekukan di Tanah Air

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Asry menegaskan bahwa tindakan yang akan dilakukan memiliki kaitan langsung dengan dampak yang akan dihadapi. Jika pelanggaran terhadap hak-hak individu terbukti berdampak besar, maka pelaksanaan hukuman mati harus ditunda. Jika pelanggaran terungkap setelah pelaksanaan hukuman, maka kompensasi wajib diberikan.

Dalam revisi terbaru yang berisi beberapa pembatasan, juga dilakukan penurunan jumlah hak yang dimiliki oleh terpidana mati. Sebelumnya, dalam draf April 2025, penundaan eksekusi bagi ibu hamil dan menyusui diatur selama tiga tahun, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022. Namun, dalam draft terbaru, periode tersebut diubah menjadi 30 hari setelah melahirkan dan/atau ketika anak mencapai usia dua tahun.

Surat perintah pelaksanaan hukuman mati yang sebelumnya harus disampaikan paling tidak 30 hari sebelumnya, kini diubah menjadi maksimal 30 hari sebelum pelaksanaan. Artinya, surat perintah tersebut dapat diterbitkan hingga 30 hari sebelum eksekusi dilakukan.

Selain itu, pemberitahuan waktu pelaksanaan hukuman mati kepada terpidana, yang sebelumnya ditentukan 30 hari sebelum eksekusi, kini dikurangi menjadi hanya 3 hari. Publikasi informasi eksekusi yang sebelumnya dilakukan H-30, kini berubah menjadi H-3 setelah terpidana diberitahu.

Menurut Asry, syarat sebelumnya yang memerlukan pernyataan dari pengacara sebelum pelaksanaan hukuman mati, kini dihapus.

Perubahan signifikan pada aturan pelaksanaan pidana mati ini baru diketahui setelah pemerintah mengadakan uji publik Rancangan Undang-Undang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati pada Rabu, 8 Oktober 2025. Wakil Menteri Hukum Edward Omar Hiariej memimpin rapat secara daring bersama akademisi dan praktisi hukum untuk membahas pasal-pasal dalam RUU tersebut.

Instansi ICJR, yang sebelumnya terlibat dalam pembahasan RUU, tidak lagi diundang dalam pembahasan terbaru. Hal ini mengurangi partisipasi publik dalam pembuatan draft terbaru. Padahal, poin-poin yang dibahas adalah konsekuensi yang seharusnya ditanggung negara karena masih menerapkan pidana mati. Semuanya berdasarkan standar internasional, terutama yang terkait dengan prinsip kejelasan dalam pelaksanaan hukuman mati, seperti yang tertuang dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

Dalam konteks pembahasan terkini, penting untuk mempertimbangkan dampak hukum dan hak asasi manusia yang terkait dengan pelaksanaan pidana mati. Perubahan regulasi ini memerlukan pemantauan yang ketat agar tidak melanggar standar hukum internasional. Masyarakat juga perlu terjaga agar hak-hak terpidana mati tetap dilindungi demi keadilan yang lebih adil dan transparan.

Pembahasan terkait pelaksanaan pidana mati harus selalu mengutamakan prinsip-prinsip hukum yang manusiawi dan berpedoman pada standar internasional. Hal ini penting untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia dan menjaga keadilan dalam sistem peradilan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan