Jalan Keluar Kasus Ingin Kereta Cepat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Indonesia telah menetapkan dengan jelas bahwa pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tidak akan menguras dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Keputusan ini diambil sejak awal proyek, dan pilihan kerja sama dengan China telah dilakukan setelah pertimbangan yang matang. Ada lima alasan utama yang menyebabkan Pemerintah lebih memilih China daripada Jepang. Pertama, teknologi dan kinerja kereta api berkecepatan tinggi (HSR) China lebih maju dibandingkan Jepang. Pada akhir 2021, China sudah memiliki jaringan HSR sepanjang 40.000 km, atau sekitar 66 persen dari total jalur kereta cepat di dunia. Data terbaru menunjukkan bahwa pada akhir 2024, panjang jaringan kereta api berkecepatan tinggi yang beroperasi di China mencapai sekitar 47.000 km dari total 162.000 km jaringan kereta api nasional. Sedangkan Jepang hanya memiliki 2.830,6 km jalur kereta cepat dari total 30.625 km jaringan kereta apinya.

Keputusan untuk memilih China juga didasarkan pada model pendanaan yang lebih menguntungkan. China setuju untuk menggunakan dana bisnis melalui perusahaan patungan antara perusahaan China dan BUMN Indonesia. Hal ini memungkinkan pinjaman menjadi tanggung jawab perusahaan terhadap konsorsium, bukan APBN. Ketiga, penawaran China lebih ekonomis. Pada 11 Agustus 2015, mereka menawarkan investasi sebesar 5,5 miliar dollar AS, dengan 40 persen modal dari China, 60 persen dari BUMN, 25 persen modal bersama, dan 75 persen utang dari Bank of China dengan bunga 2 persen per tahun. Pendanaan ini akan dibayar oleh perusahaan, bukan APBN. Jepang menawarkan investasi 6,2 miliar dollar AS dengan pinjaman 40 tahun dan bunga 0,1 persen per tahun, namun pembayaran harus dilakukan melalui APBN.

Skenario keempat berfokus pada pembayaran utang melalui pengembangan properti. Kawasan Walini, yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara VIII, akan dikembangkan sebagai kota baru, dan hasil penjualan propertinya akan digunakan untuk memenuhi kewajiban utang. Proyek ini diharapkan akan lunas dalam waktu 18 tahun. Jika terjadi pembayaran yang tertunda, kemungkinan besar dilakukan dengan menurunkan kepemilikan konsorsium China, karena aset kereta dan rel tidak bisa dibawa kembali ke Tiongkok. Keuntungan lainnya adalah KCJB dapat menjadi pelajaran untuk membangun jalur kereta cepat ke daerah lain di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Proyek KCJB dikelola melalui PT KCIC, dengan konsorsium Indonesia (PSBI) memegang 60 persen saham dan pihak China (Beijing Yawan HSR Co. Ltd) memegang 40 persen. Pendanaan proyek berasal dari 75 persen pinjaman dari China dan 25 persen ekuitas dari konsorsium. Proyek ini ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016.

Namun, ada empat kesalahan besar dalam pelaksanaan proyek ini. Pertama, stasiun kereta cepat dipindah dari Walini ke Padalarang dan Tegalluar, yang mempengaruhi skema pengembalian utang. Second, pembebasan lahan dan pekerjaan non-teknis berlarut-larut, menyebabkan biaya proyek naik dari 5,5 miliar dollar AS menjadi 7,27 miliar dollar AS. Third, pandemi COVID-19 pada tahun 2020-2022 yang mempengaruhi proses pembangunan. Keempat, Perpres No. 93 Tahun 2021 mengubah beban KCJB dari korporasi menjadi APBN, yang menjadi beban bagi KAI.

Kereta cepat Whoosh, yang berarti “Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Handal”, resmi beroperasi pada 2 Oktober 2023 dengan panjang jalur 143,3 km. Biaya proyek awal naik dari 5,5 miliar dollar AS menjadi 7,27 miliar dollar AS. Pengoperasian ini membawa tantangan bagi KAI, seperti utang dan kerugian yang menjadi bom waktu. Pada semester I 2025, KCIC mencatat kerugian sebesar 1,6 triliun rupiah, sementara KAI memenuhi kerugian sebesar 1,424 triliun rupiah.

Ada beberapa solusi yang mungkin diambil. Pertama, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa telah memisahkan pembiayaan KCJB dari APBN. Kedua, menambah modal dengan trade-off menyerahkan infrastruktur KCIC kepada pemerintah. Ketiga, menegosiasikan utang dengan pihak China, yang dapat diharapkan dengan dukungan Presiden Prabowo yang dekat dengan Xi Jinping. Keempat, kembali ke skenario awal dengan meletakkan stasiun di Walini dan mengembangkannya sebagai kota baru. Kelima, menciptakan lokasi wisata menarik di Tegalluar, seperti Disneyland. Keenam, mengeluarkan KCJB dari kesatuan bisnis KAI untuk mengurangi tanggung jawab finansial.

Solusi ini dapat diambil secara terpisah atau gabungan untuk mengatasi masalah KCJB. Kedepan, peran pemerintah dan kepemilikan BUMN dalam bidang infrastruktur penting untuk ditata dengan strategi yang lebih cermat dan realistis.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan