Data pelanggan bocor dalam peretasan maskapai Australia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Maskapai penerbangan asal Australia, Qantas Airways, telah mengaku bahwa informasi pelanggannya telah dialihkan dan dipublikasi oleh peretas. Hal ini terjadi setelah terjadi serangan siber besar-besaran pada bulan Juli tahun ini. Akibatnya, data privat pelanggan tersebut tersebar luas.

Pada Juli, Qantas telah mengungkapkan bahwa lebih dari satu juta pelanggan terpengaruh oleh insiden ini. Informasi sensitif seperti nomor telepon, tanggal lahir, dan alamat rumah pelanggan dapat diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Insiden ini dianggap sebagai salah satu pelanggaran siber terbesar yang pernah terjadi di Australia dalam beberapa tahun terakhir.

Laporan dari Reuters pada Minggu (12 Oktober 2025) menambahkan bahwa sekitar empat juta pelanggan lainnya kehilangan data berupa nama dan alamat email mereka.

Insiden ini menjadi salah satu kejadian siber yang paling menonjol di Australia sejak kasus kebocoran data besar yang melanda Optus dan Medibank pada tahun 2022. Peristiwa tersebut kemudian menjadi katalis bagi pemerintah untuk mengeluarkan regulasi ketahanan siber yang wajib diikuti.

Dalam pernyataan resmi, Qantas menyatakan bahwa mereka merupakan salah satu dari beberapa perusahaan global yang data sensitifnya telah dirilis oleh grup kejahatan siber. “Dengan bantuan tim keamanan siber yang terampil, kami sedang meninjau jenis data apa saja yang terkena dampak dalam insiden ini,” ujar Qantas dalam pernyataan mereka.

“Kami juga telah memperoleh perintah pengadilan yang melarang siapa pun, termasuk pihak ketiga, untuk mengakses, menampilkan, menyebarkan, menggunakan, atau mempublikasikan data yang dicuri tersebut,” tambah Qantas.

Menurut Guardian Australia, kelompok peretas yang menyebut diri mereka Scattered Lapsus$ Hunters di balik insiden ini. Data pelanggan Qantas mulai tersebar setelah periode waktu untuk pembayaran tebusan yang ditentukan oleh kelompok tersebut habis.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa serangan siber terhadap perusahaan besar seperti Qantas terus meningkat. Analisis menunjukkan bahwa 75% perusahaan global telah mengalami setidaknya satu insiden kebocoran data dalam tahun terakhir. Hal ini menegaskan pentingnya investasi dalam teknologi keamanan siber.

Studi kasus menunjukan bahwa perusahaan yang cepat dan transparan dalam menangani kebocoran data dapat mengurangi dampak negatif pada reputasi mereka. Qantas segera melaporkan insiden ini kepada otoritas dan bekerja sama dengan tim ahli untuk menangani masalah.

Insiden ini mengingatkan kita akan pentingnya melindungi data pribadi. Harus ada kesadaran kolektif untuk meningkatkan keamanan siber, baik oleh perusahaan maupun individu. Investasi dalam teknologi dan pelatihan keamanan harus menjadi prioritas utama.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan