Keraguan dan Kekecewaan Ayah Pelaku Perkosa dan Bunuh Karyawati

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

K, seorang bapak yang berusia 50 tahun, tak pernah menyangka bahwa Haryanto, putranya yang berusia 27 tahun, akan melakukan aksi keji seperti membunuh dan memperkosa Dina Oktaviani, karyawannya yang berusia 21 tahun. K merasa sangat kecewa atas perbuatan anaknya.

Pada hari Jumat tanggal 10 Oktober, K membantu petugas dari Satreskrim Polres Purwakarta dalam melakukan olah tempat kejadian perkara di rumah Haryanto yang terletak di Kampung Pasir Oa, Desa Wanawali, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Purwakarta. Sementara itu, K hanya bisa memandangi aktivitas petugas dengan wajah yang penuh kebosananku.

“Saya benar-benar kecewa, karena Haryanto sejak kecil hingga sekarang selalu baik, mengapa sekarang mampu melakukan hal seperti ini?” ujar K menurut kabar yang dilaporkan oleh detikjabar.

K masih sulit memahami bagaimana putranya yang selama ini dikenal sebagai orang yang tatap, bisa berubah menjadi pelaku kejahatan yang kejam. Dia menceritakan bahwa Haryanto besar tanpa kehadiran ibu karena orang tuanya sudah bercerai. Meskipun begitu, Haryanto dikenal sebagai anak yang rajin dan jarang keluar rumah.

“Saat dia belum menikah, jarang sekali berlalu jauh dari rumah, selalu bersama saya, langsung pulang setelah sekolah, tidak pernah bermain. Oleh karena itu, ketika terjadi masalah seperti ini, saya sangat terkejut,” ungkap K.

Setelah menikah dan memiliki seorang anak, Haryanto jarang berbagi cerita, baik tentang kehidupan rumah tangga maupun pekerjaannya. K mengira bahwa putra sulungnya sudah cukup dewasa dan mampu menjadi kepala keluarga yang tanggung jawab.

Untuk informasi lebih lengkap, dapat diakses melalui tautan berikut.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan tahun 2024, kasus kekerasan dalam rumah tangga, termasuk penghinaan, percubuan, dan kekerasan seksual, terus meningkat di daerah pedalaman. Kasus seperti ini sering terkait dengan faktor-faktor seperti tekanan finansial, masalah pernikahan, atau gangguan jiwa yang tidak terdeteksi.

Studi kasus lainnya mengungkapkan bahwa anak-anak yang tumbuh tanpa perhatian yang cukup dari salah satu orang tua lebih berisiko menjadi pelaku kekerasan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengaruh positif dan bantuan dalam mengelola emosi.

Di Indonesia, program-program sosial seperti pemberian bimbingan keluarga dan layanan kesehatan mental mulai diperkenalkan untuk mengatasi masalah ini. Namun, lebih banyak upaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya komunikasi terbuka dalam keluarga.

Pembunuhan dan pemerkosaan yang dilakukan oleh Haryanto tidak hanya merupakan tragedi bagi Dina dan keluarganya, tetapi juga menunjukkan perhatian yang kurang terhadap kesejahteraan mental anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak stabil. Hal ini meminta kita semua untuk lebih perhatian terhadap tanda-tanda awal gangguan perilaku dan memberikan dukungan yang layak.

Meskipun Haryanto telah melakukan tindakan yang tak terimaan, penting bagi masyarakat untuk belajar dari kasus ini. Setiap keluarga, terutama mereka yang memiliki anak, harus aktif dalam mengamati perubahan perilaku dan memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan. Kerjasama antara keluarga, sekolah, dan lembaga pemerintah dalam mendeteksi dan mengatasi masalah ini juga sangat krusial. Hanya dengan kerja sama yang kuat, kita bisa mencegah tragedi serupa di masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan