Kematian umumnya dianggap sebagai kondisi permanen, tetapi dalam beberapa kasus, tim medis dapat memulihkan serta menganjurkan kembali kehidupan seseorang setelah jantung mereka berhenti berdetak. Pertanyaan menarik adalah, berapa lama seseorang dapat berada dalam kondisi “mati klinis” dan selamat tanpa kerusakan otak yang signifikan.
Untuk memahami hal ini, penting untuk memahami definisi mati klinis. Dr. Daniel Mark Rolston, spesialis emergensi di Northwell Health, New York, menjelaskan bahwa ketika seseorang disebut mati klinis, ini mengacu pada kematian jantung atau cardiac death. Hal ini berarti jantung telah berhenti berdetak. Akibatnya, sel tubuh, terutama di otak, tidak lagi menerima aliran darah yang terkandung oksigen. Dalam waktu kurang lebih lima menit tanpa oksigen, sel-sel mulai mati, dan kerusakan ini biasanya tidak dapat dipulihkan.
Kematian otak, yang berbeda dari mati klinis, terjadi ketika otak mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga tidak dapat lagi mengatur fungsi vital tubuh. Kondisi ini dianggap permanen dan tidak dapat diubah. Prosedur seperti CPR dan defibrilasi dirancang untuk mempertahankan aliran darah dan memberikan kesempatan untuk menghidupkan kembali jantung. Namun, tanpa kondisi yang tepat, peluang untuk bertahan hidup sangat kecil. Menurut Dr. Rolston, jika resusitasi tidak berhasil dalam waktu 30 menit, kemungkinan seseorang selamat menjadi sangat tipis.
Kasus terlama yang tercatat adalah seorang pria berusia 31 tahun yang berjaya dihidupkan kembali setelah mengalami henti jantung selama 8 jam 42 menit. Hal ini terjadi karena kombinasi henti jantung dengan hipotermia tidak disengaja, dimana suhu tubuhnya turun hingga 26 derajat Celcius. Setelah resusitasi dan pendukung kehidupan yang ekstensif, pria tersebut pulih penuh tanpa kerusakan neurologis yang berkepanjangan. Suhu tubuh yang sangat rendah membantu memperlambat metabolisme, menjaga otak dari kerusakan akibat kehabisan oksigen.
Kemudian, ada pertanyaan tentang apakah seseorang yang dinyatakan mati otak dapat hidup kembali. Ahli medis seperti Dr. Robert M. Sade, seorang profesor bedah, menyarankan bahwa kasus-kasus seperti itu biasanya disebabkan oleh kesalahan diagnosis. Dalam banyak kasus, orang yang memperlihatkan tanda-tanda kehidupan setelah dinyatakan mati otak, sebenarnya tidak pernah memenuhi kriteria kematian otak dengan benar.
Memahami batas-batas kehidupan dan kemungkinan pemulihannya memberikan wawasan yang menarik bagi dunia medis. Kejadian seperti ini menunjukkan bahwa tubuh manusia memiliki kualitas yang luar biasa untuk bertahan dalam kondisi ekstrim, dan teknik medis terus berkembang untuk membantu memanfaatkan potensi ini.
Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.