Informasi terkait rencananya, kesepakatan kerangka kerjasama ekonomi digital ASEAN (DEFA) diharapkan dapat ditandatangani dan diterapkan mulai tahun 2026. Dalam perundingan putaran ke-14 yang berlangsung di Jakarta, diharapkan sudah mencapai kemajuan sekitar 70% dalam pembahasan.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, implementasi DEFA dapat menggebrak nilai ekonomi digital ASEAN dari awalnya US$ 1 triliun menjadi US$ 2 triliun, setara dengan Rp 33.000 triliun (dikalkulasi dengan kurs Rp 16.500 per dolar AS).
“Pada tahun 2024, ekonomi digital ASEAN berharga US$ 263 miliar. Proyeksi untuk tahun 2030 mendekati US$ 1 triliun. Namun, dengan DEFA, angka tersebut bisa meroket menjadi US$ 2 triliun—setara dua kali lipat,” ungkap Airlangga dalam konferensi pers di Le Meridien Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Indonesia diproyeksikan terus memimpin pasar digital ASEAN. Menurut Airlangga, nilai ekonomi digital Indonesia tahun 2030 bisa meraih US$ 360 miliar, naik drastis dari US$ 90 miliar pada 2024.
Sektor e-commerce tetap menjadi kolom tulang, dengan pengaruh sekitar US$ 150 miliar pada 2030. Meskipun demikian, Airlangga menggaris bawahi, masih ada rintangan, salah satunya perbedaan peraturan di tiap negara.
“Indonesia memimpin ekonomi digital ASEAN tahun 2024 dengan nilai US$ 90 miliar, dan akan meroket menjadi US$ 360 miliar pada 2030. E-commerce menopang sebesar US$ 150 miliar,” ucapnya.
Dengan populasi kawasan mencapai 680 juta jiwa, Airlangga menilai pasar digital ASEAN menjadi salah satu yang paling dinamis di dunia. Ia menambahkan, komite perundingan sudah sepakat atas lima poin utama yang perlu fokus, seperti layanan keuangan digital, transmisi elektronik yang bebas bea masuk, perlakuan tidak diskriminatif terhadap produk digital, manajemen kabel bawah laut, serta fleksibilitas sistem pembayaran elektronik.
Data riset terbaru menunjukkan bahwa integrasi ekonomi digital di ASEAN bisa menambah produktivitas sektor swasta hingga 15% pada 2030. Studi kasus dari Singapura dan Thailand menunjukkan bahwa kolaborasi regulasi antarnegara dapat mengurangi hambatan bisnis transnasional.
Analisis unik dan simplifikasi: Perbedaan regulasi antarnegara seringkali menghambat pertumbuhan ekonomi digital. Contohnya, standar pembayaran elektronik yang berbeda bisa membuat transaksi antarnegara lebih rumit. Solusinya adalah harmonisasi peraturan melalui kerangka DEFA, sehingga bisnis dapat beroperasi lebih efisien di kawasan ini.
Kesimpulan: Potensi ekonomi digital ASEAN sangat besar, dengan kemampuan untuk menggandakan nilai ekonomi dalam dekade depan. Indonesia, sebagai pemimpin, harus tetap konsisten dalam memfokuskan investasi di sektor teknologi dan mengharmonkan peraturan, agar bisa menopang pertumbuhan yang berkelanjutan.
Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.