Daya Saing dan Produktivitas Rendah Sebagai Alasan Utama PHK Menurut Menteri Tenaga Kerja

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli telah membagikan wawasannya tentang masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sering dialami di Indonesia. Menurutnya, salah satu alasan utama adalah karena daya saing para pekerja dalam negeri yang belum optimal.

“Saya sering mengemukakan bahwa salah satu penyebab PHK adalah karena daya saing kita yang kurang, termasuk kemampuan bertahan dalam menghadapi tantangan. Faktor ini adalah salah satu dari banyak faktor lainnya yang memengaruhi situasi ini,” ujarnya saat Peluncuran Dokumen Master Plan Produktivitas Nasional di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

Untuk mengatasi hal ini, Yassierli menekankan bahwa perlu adanya pengembangan produkivitas tenaga kerja. Data saat ini menunjukkan bahwa tingkat produkivitas di Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara-negara ASEAN.

Dalam presentasinya, dia mengatakan bahwa produksi tenaga kerja di Indonesia masih menghadapi tantangan. Walaupun setara dengan Malaysia dan Thailand, namun masih berada di bawah China, Vietnam, dan India.

“Tidak bisa dipungkiri, saat kita membahas produkivitas tenaga kerja, kita masih berada di posisi yang lemah,” katanya.

Menurut Yassierli, meningkatkan produkivitas sangat krusial untuk merealisasikan visi Indonesia Emas 2045. Hal ini akan memberikan dampak positif pada industri dengan cara meningkatkan kualitas produk, mengoptimalkan biaya, dan meningkatkan daya saing dalam ekspor. Hal ini tidak hanya akan memperkuat industri, tetapi juga mencakup penciptaan lapangan kerja yang lebih berkelanjutan, luas, dan berkualitas.

Selain itu, transformasi bonus demografi perlu dilakukan. Dengan lebih dari 70% penduduk Indonesia masuk dalam kategori usia produktif, potensi ini bisa dijadikan sebagai modal kuantitas, sementara produkivitas akan memberikan nilai kualitas.

Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil sekitar 5% per tahun, pertumbuhan produkivitas pada periode yang sama hanya mencapai 2,6%, yang merupakan salah satu yang terendah di kawasan Asia Tenggara.

“Perlu peningkatan yang signifikan dalam produkivitas agar dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%,” tutupnya.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan, ada beberapa studi terbaru yang menunjukkan bahwa investasi dalam pendidikan dan pelatihan teknis dapat memberikan dampak langsung pada peningkatan produkivitas. Sebagai contoh, program-program seperti Indonesia Digital Talent memiliki dampak signifikan dalam menambah keterampilan digital para pekerja, yang kemudian memengaruhi produktivitas secara keseluruhan.

Peningkatan produkivitas juga tergantung pada adopsi teknologi yang lebih maju. Misalnya, penggunaan AI dalam beberapa industri telah menunjukkan penghematan waktu dan biaya yang signifikan. Di sektor manufaktur, implementasi robotik dan otomatisasi telah memungkinkan produksi yang lebih efisien dengan biaya yang lebih rendah.

Kesimpulan dapat ditarik bahwa untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, investasi dalam produkivitas tenaga kerja isn’t just a choice; it’s an imperative. Hal ini akan membawa dampak positif pada industri, lapangan kerja, dan ekonomi secara keseluruhan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page