Kasus keracunan massal yang meliputi 1.315 siswa di Bandung Barat telah menarik perhatian umum. Hasil investigasi Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap adanya kadar nitrit yang sangat tinggi dalam hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikonsumsi para siswa. Senyawa ini terutama ditemukan dalam sampel melon dan lotek, dengan tingkat konsentrasi mencapai 3,91 mg/L dan 3,54 mg/L. Menurut US Environmental Protection Agency (EPA), kadar nitrit yang aman dalam minuman hanya 1 mg/L. Artinya, makanan yang disajikan memiliki kadar nitrit hingga hampir empat kali lipat dari batas yang disarankan.
Temuan ini mengarah pada pertanyaan penting: berapakah risiko sebenarnya dari nitrit bagi kesehatan, dan bagaimana zat ini berakhir dalam makanan?
Nitrit adalah senyawa kimia yang berasal dari nitrogen dan sering terbentuk melalui proses reduksi nitrat, zat yang umum ditemukan di tanah, air, dan tanaman. Dalam kondisi tertentu seperti penyimpanan yang tidak higienis atau pengolahan yang tidak tepat, nitrat dapat berubah menjadi nitrit akibat aktivitas bakteri. Selain itu, nitrit juga digunakan secara sengaja dalam industri pangan sebagai bahan pengawet, terutama pada produk seperti sosis, kornet, ham, dan daging asin. Fungsi utamanya adalah mencegah pertumbuhan bakteri berbahaya dan menjaga warna serta rasa daging tetap menarik. Namun, jika konsumsi nitrit melebihi batas aman, senyawa ini dapat menjadi racun. Dalam tubuh, nitrit mampu mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin, jenis hemoglobin yang tidak dapat mengikat oksigen dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan methemoglobinemia, kondisi yang menyebabkan kekurangan oksigen di tubuh. Di samping itu, nitrit juga dapat membentuk nitrosamin, senyawa yang diketahui memiliki sifat karsinogenik atau pemicu kanker, terutama ketika makanan yang mengandung nitrit dipanaskan berulang kali atau dibakar pada suhu tinggi.
Senyawa nitrit tidak hanya berasal dari sumber alami, tetapi juga dapat timbul akibat proses pengolahan, penyimpanan, atau kontaminasi mikroba. Berikut beberapa sumber yang mengandung nitrit:
-
Daging olahan dan produk pengawet: Menurut penelitian dari Jurnal Food Additives & Contaminants tahun 2020, nitrit digunakan sebagai pembantu teknologi pangan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan menjaga warna daging tetap merah muda. Produk seperti sosis, bacon, atau kornet sering mengandung nitrit dalam jumlah tertentu.
-
Sayuran berdaun hijau seperti bayam, selada, dan sawi: Sayuran ini kaya akan nitrat secara alami. Jika disimpan dalam kondisi lembab atau tidak higienis, bakteri di permukaan daun dapat mengubah nitrat menjadi nitrit. Penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrit akan meningkat secara signifikan jika sayur disimpan lebih dari 48 jam pada suhu ruang.
-
Buah-buahan seperti melon dan semangka: Buah berair juga dapat menjadi media pertumbuhan bakteri yang mengubah nitrat menjadi nitrit, terutama jika buah sudah dikupas, dipotong, dan dibiarkan terbuka terlalu lama. Hal ini juga terjadi dalam kasus keracunan MBG di Bandung Barat, di mana sisa buah melon terdeteksi mengandung nitrit dalam jumlah tinggi.
-
Air yang terkontaminasi: Menurut Journal Water and Health tahun 2023, air tanah atau sumur di area pertanian sering mengandung nitrat tinggi akibat penggunaan pupuk. Jika air ini digunakan untuk mencuci atau memasak tanpa penanganan yang memadai, nitrit bisa masuk ke dalam makanan.
-
Penyimpanan dan kontaminasi silang: Lingkungan dapur yang lembab, suhu ruang tinggi, serta peralatan masak yang tidak bersih dapat mempercepat konversi nitrat menjadi nitrit.
Gejala keracunan nitrit berbeda dari keracunan makanan umum. Dalam kasus di Bandung Barat, sebagian besar siswa mengalami mual, muntah, dan nyeri lambung daripada diare. Dra. Karimah Muhammad Apt, Ketua Tim Investigasi Independen BGN, menjelaskan bahwa sekitar 36 persen korban mengalami gangguan di saluran cerna bagian atas, sementara hanya 3 persen yang mengalami diare. Gejala lain yang umum adalah pusing dan kepala terasa ringan, yang dialami oleh 29 persen korban, akibat pelebaran pembuluh darah. Gejala beratnya dapat termasuk lemas dan sesak napas karena penurunan oksigen di darah. Hal ini terjadi saat nitrit mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin. Dalam kasus parah, korban bisa mengalami kulit kebiruan, kram pada jari-jari, bahkan penurunan kesadaran.
Meski terdengar menakutkan, sebagian besar kasus keracunan nitrit dapat ditangani dengan baik jika diterapi segera. Menurut laporan BGN, 93 persen korban di Bandung Barat dapat pulang setelah mendapat observasi dan obat oral seperti paracetamol, ondansetron, atau omeprazol. Hanya 7 persen pasien yang membutuhkan rawat inap untuk infus cairan dan observasi lebih lanjut. Penanganan medis biasanya meliputi pemberian oksigen bagi pasien yang sesak atau memiliki kadar oksigen yang rendah, terapi cairan intravena (seperti Ringer Laktat atau Dextrose) untuk menjaga keseimbangan tubuh, serta pemberian Methylene blue untuk kasus berat yang disertai methemoglobinemia di bawah pengawasan dokter. Jika gejala ringan seperti mual atau nyeri lambung, cukup diberikan terapi suportif dan observasi ketat.
Kasus keracunan ini menjadi pengingat bahwa bahan kimia seperti nitrit dapat menjadi penyebab serius keracunan makanan. Untuk mencegah hal serupa, beberapa langkah pencegahan yang disarankan meliputi penyimpanan bahan makanan dalam suhu dingin dan tidak terlalu lama sebelum diolah, penggunaan air bersih yang sudah difilter atau direbus, penurunan penggunaan bahan pengawet nitrit berlebihan pada produk olahan, perhatian pada kebersihan peralatan masak dan pencegahan kontaminasi silang, serta penerapan sistem keamanan pangan seperti HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) di dapur sekolah, katering, atau penyedia makanan massal.
Kasus keracunan nitrit di Bandung Barat mengingatkan kita betapa pentingnya keberadaan sistem keamanan pangan yang kuat. Makanan yang sehat tidak hanya tentang nilai nutrisi, tetapi juga kebersihan dan keamanan dalam setiap tahap pengolahan. Jika semua pihak, mulai dari produsen hingga konsumen, menjaga standar kebersihan dan pengolahan makanan, kasus seperti ini dapat dihindari. Ketatlah dalam memilih makanan dan selalu waspada terhadap potensi bahaya yang mungkin terpendam di dalamnya.
Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.