Respon Dinkes Kota Banjar Terhadap Keengganan Puskesmas Banjar 2 Meminjamkan Ambulans

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dinas Kesehatan Kota Banjar melaporkan tanggapan mereka mengenai insiden di Puskesmas Banjar 2 yang menolak permintaan peminjaman ambulans untuk mengantarkan seorang warga yang sedang mengalami kejang di Kota Banjar. Tanggapan ini datang setelah kejadian yang terjadi pada tanggal 25 September 2025.

Pada hari tersebut, Dede, seorang warga setempat berusia 65 tahun dari Dusun Cilengkong, mengalami kejang-kejang hingga pingsan saat sedang mengantri untuk layanan administrasi kependudukan di halaman Kantor Desa Neglasari. Keadaan darurat tersebut menimbulkan kepanikan di kalangan warga dan tim desa yang berusaha memberikan bantuan pertama.

Kepala Dusun Cilengkong, Ikbal M Fauzi, bersama dengan Bhabinkamtibmas dan Satpol PP, segera berangkat ke Puskesmas Banjar 2 untuk meminjam ambulans yang akan digunakan untuk mengantar Dede ke fasilitas medis. Namun, permohonan mereka ditolak karena alasan bahwa sopir ambulans sedang berada di wilayah Banjar Kota, sehingga tidak ada yang dapat mengemudikan kendaraan tersebut.

Kepala Puskesmas Banjar 2, Devi Utari, juga tidak memberikan izin untuk meminjam ambulans tanpa adanya sopir, karena hal tersebut tidak sesuai dengan prosedur operasional standar (SOP) yang berlaku.

Dalam konteks tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjar, H Saifuddin, meminta maaf atas ketidaknyamanan yang dialami oleh keluarga pasien. Menurutnya, insiden ini seharusnya dapat dicegah jika Puskesmas Banjar 2 memberikan respons lebih cepat. Saifuddin menekankan bahwa dalam situasi darurat, prioritas utama adalah menyelamatkan nyawa pasien, sementara hal-hal administratif atau prosedur dapat ditangani kemudian.

Ia juga menyoroti pentingnya memisahkan permintaan ambulans untuk kondisi biasa dengan permintaan darurat. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kota Banjar berencana melakukan evaluasi terhadap SOP pelayanan darurat di semua puskesmas untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Dinas telah menjemput Kepala Puskesmas Banjar 2 untuk diskusi dan pembinaan terkait insiden ini.

Kasus ini mengungkapkan betapa pentingnya rekayasa sistem yang fleksibel dalam menghadapi situasi darurat. Menurut studi terbaru, lebih dari 60 persen insiden medis darurat gagal ditangani dengan cepat karena keterbatasan prosedur dan ketersediaan sumber daya. Evaluasi dan adaptasi SOP menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan di daerah.

Studi kasus di Kota Banjar menunjukkan bahwa kerangka kerja yang tepat dan pelatihan bagi petugas kesehatan tentang prioritas dalam situasi darurat sangatlah vital. Infografis yang dibuat oleh Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa pelatihan rutin dapat mengurangi waktu tanggapan sebesar 40 persen.

Dalam menghadapi tantangan ini, setiap warga dan instansi harus berpartisipasi aktif. Kerjasama antara masyarakat dan instansi pemerintah dapat menciptakan sistem pelayanan yang lebih efektif. Mari selvikan kesempatan ini sebagai pelajaran berharga untuk membangun sistem kesehatan yang lebih tangguh dan tanggap.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan