Keracunan MBG Menyerang Siswa di Bandung Barat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Badan Gizi Nasional (BGN) telah menyelenggarakan investigasi terpisah dan menentukan bahwa senyawa nitrit adalah penyebab utama dari keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa lebih dari seribu tiga ratus siswa di wilayah Bandung Barat. Insiden ini terjadi setelah siswa-siswa tersebut mengkonsumsi makanan yang disajikan oleh tiga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berbeda.

Tim investigasi yang dipimpin oleh Dra. Karimah Muhammad Apt, ahli farmasi klinis, menyatakan bahwa senyawa nitrit adalah faktor utama yang menyebabkan keracunan ini. Tim tersebut telah melakukan pengujian terhadap korban dan dokter yang menangani kasus di Puskesmas Cipongkor serta Rumah Sakit Umum Daerah Cililin. Selain itu, mereka juga menganalisis gejala yang dialami oleh korban dan memeriksa obat yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tersebut.

Hasil uji mikrobiologi dan toksikologi yang dilakukan oleh Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat menunjukkan keberadaan kadar nitrit yang sangat tinggi dalam buah melon dan lotek yang ditemukan di sisa makanan sekolah. Kadar nitrit yang terdeteksi mencapai 3,91 dan 3,54 mg/L, sedangkan batas maksimum yang diizinkan oleh US Environmental Protection Agency (EPA) untuk konsumsi dalam minuman hanya 1 mg/L. Sementara itu, Otoritas Kesehatan Kanada menetapkan batas maksimum konsumsi nitrit hingga 3 mg/L.

Karimah menjelaskan bahwa buah-buahan dan sayuran secara alamiah mengandung nitrit, namun kadarnya dapat meningkat akibat aktivitas bakteri yang mengubah nitrat menjadi nitrit atau sebaliknya.

Tim investigasi BGN juga menemukan bahwa gejala yang dialami korban secara umum terkait dengan sistem pencernaan, seperti mual, muntah, dan nyeri lambung, dengan persentase 36%. Gejala pusing atau kepala terasa ringan juga dialami oleh 29% korban, sedangkan diare hanya tercatat pada 3% dari total korban. Keracunan nitrit biasanya tidak menimbulkan diare, karena zat toksik ini harus didetoksifikasi di hati terlebih dahulu.

Karimah menambahkan bahwa gejala seperti pusing dan sesak nafas terjadi karena pelebaran pembuluh darah, yang juga merupakan ciri keracunan nitrat. Gejala lemas dan sesak nafas yang dirasakan sebagian korban menunjukkan keracunan nitrit karena nitrit dapat mengakibatkan methemoglobinemia, yang mengurangi kemampuan hemoglobin dalam darah untuk membawa oksigen, sehingga sel tubuh merasa lemas dan paru-paru terasa sesak.

Dalam investigasi ini, tidak ditemukan bakteri jahat seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus, atau Bacillus cereus yang biasanya menjadi penyebab keracunan makanan. Tim juga tidak menemukan racun sianida, arsen, logam berat, atau pestisida, kecuali nitrit dalam uji toksikologi. Nitrit atau zat lain dalam buah dan sayuran tidak selalu tersebar merata, sehingga dampaknya berbeda-beda pada setiap individu, tergantung kondisi kesehatan mereka.

Korban yang memiliki sistem pertahanan tubuh yang kuat atau telah mengalami metabolisme yang baik dapat dengan cepat mengeluarkan nitrit dari tubuh. Pasien yang diperiksa diberikan obat seperti parasetamol, obat muntah ondansetron, dan obat nyeri lambung omeprazole, tanpa obat diare. Korban yang dirawat inap atau dirujuk oleh Puskesmas ke RSUD sebagian diperlakukan dengan infus pengganti cairan tubuh ringer laktat atau penambah tenaga dekstrosa, suntikan ondansetron atau omeprazole. Tidak ada obat antikejang yang diberikan oleh Puskesmas dan RSUD.

Senyawa nitrit adalah zat kimia yang mengandung nitrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat ditemukan secara alami dalam makanan tertentu, seperti sayuran berdaun hijau hingga pengawet dalam daging olahan, seperti bacon, ham, dan sosis. Sumber lain dari nitrit meliputi air yang terkontaminasi, seperti air sumur yang terkontaminasi limpasan pertanian atau limbah, beberapa obat tertentu seperti vasodilator, dan paparan bahan kimia industri tertentu dapat menyebabkan keracunan nitrit.

Keracunan nitrit terjadi saat senyawa itu mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin. Methemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen secara efektif, yang menyebabkan kondisi methemoglobinemia. Hal ini mengurangi jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan tubuh, yang menyebabkan berbagai gejala seperti sianosis, sesak napas, sakit kepala, kelelahan, pusing, mual, muntah, kebingungan, kejang, hingga koma.

Kasus keracunan nitrit ini mengingatkan kita akan pentingnya pemantauan dan pengawasan kualitas makanan yang disajikan, terutama dalam program gizi sekolah. Keadaan seperti ini harus dijaga agar tidak terjadi lagi, karena dampaknya dapat menyebabkan kerugian besar bagi kesehatan anak-anak. Peningkatan kesadaran dan edukasi tentang risiko keracunan makanan juga perlu dilakukan agar masyarakat, terutama orang tua dan pengurus sekolah, lebih waspada terhadap potensi bahaya yang terkait dengan konsumsi makanan yang tidak layak.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan