Menghukum Penjual Data Pribadi di Dark Web yang Belajar dari Media Sosial

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Polisi di Jakarta telah mengungkap identitas seorang pria dengan inisial WFT (22 tahun) dari Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara. Pria ini mengaku sebagai hacker Bjorka dan mengklaim telah meretas data sebesar 4,9 juta nasabah bank. Namun, terungkap bahwa dia bukanlah ahli teknologi informasi. “Kebenaran adalah orang tersebut bukan ahli IT, hanya lulusan SMK yang tidak berhasil,” kata Wakil Direktur Siber Direktorat Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, saat diwawancarai, Kamis (2/10/2025).

Fian menjelaskan bahwa WFT belajar tentang IT sendiri melalui media sosial. Pria ini tidak bekerja dan merupakan pengangguran. “Meskipun tak punya pekerjaan, dia secara otodidak selalu mempelajari IT. Semua pengetahuan IT yang dimilikinya diperoleh dari komunitas di media sosial,” ujarnya.

Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, menambahkan bahwa aksi WFT dilakukan untuk memenuhi kebutuhan finansial. “Motivasi pelakunya adalah masalah kebutuhan, khususnya uang. Semua tindakannya bertujuan untuk mendapatkan uang,” kata Herman.

WFT telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Dia dijerat dengan Pasal 46 juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 48 juncto Pasal 32 dan/atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Wakil Direktur Siber Direktorat Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, juga mengungkap bahwa WFT diduga melakukan transaksi data ilegal di dark web. “Pelaku ini aktif di dark web sejak 2020,” kata Fian. WFT menggunakan berbagai username seperti Bjorka, SkyWave, Shint Hunter, dan Oposite6890 untuk menyamarkan aktivitasnya.

Fian menjelaskan bahwa WFT mengklaim memiliki data dari berbagai institusi, termasuk perusahaan asing, perusahaan kesehatan, dan swasta, yang dijual di dark web. Transaksi dilakukan dengan mata uang kripto. “Kita belum dapat mengetahui jumlah uang yang tepat, tetapi pengakuan WFT menyebutkan penjualan data bisa mencapai puluhan juta rupiah. Pembayaran dilakukan melalui kriptomata uang,” tambahnya.

Keberadaan dark web sebagai pasar gelap untuk data ilegal menunjukkan betapa pentingnya keamanan siber dalam era digital saat ini. Penjualan data pribadi dan informasi sensitif bukan hanya merugikan individu, tetapi juga bisa merugikan perusahaan dan instansi pemerintah. Pelaku seperti WFT memanfaatkan ketidakketahanan sistem keamanan untuk mendapatkan keuntungan finansial, tetapi tindakan mereka akhirnya akan menghadapi konsekuensi hukum yang berat.

Buatlah keamanan data menjadi prioritas, baik untuk individu maupun organisasi. Investasi dalam teknologi keamanan dan pendidikan digital dapat membantu mencegah kasus seperti ini. Jaga privasi Anda dan jangan ragu untuk melaporkan aktivitas mencurigakan ke otoritas terkait. Bahaya siber tidak perlu menjadi ancaman jika kita semua berperan aktif dalam menjaga keamanan informasi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan