KPK Siapkan Istri Hendarto untuk Dijelaskan dalam Kasus Korupsi Kredit LPEI

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

KPK masih melanjutkan penyelidikan terkait kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam rangkaian tindakan tersebut, hari ini mereka memanggil Imelda, istri tersangka Hendarto (HD), untuk memberikan keterangan.

Menurut pernyataan juru bicara KPK, Budi Prasetyo, pemeriksaan ini adalah bagian dari investigasi dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit oleh LPEI. Informasi ini disampaikan saat dihadapan wartawan pada hari Jumat, tanggal 3 Oktober 2025.

Selain Imelda, KPK juga memanggil dua pegawai dari kantor pertanahan Kabupaten Tuban, yakni Anisa Dwi Wulandari dan Arizal Achmad Fauzy. Namun, Budi tidak menjelaskan rincian hal-hal yang akan diperiksa dari ketiga saksi tersebut.

Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Dalam kasus ini, KPK telah menahan Hendarto (HD), yang dikenal sebagai pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MA). Hendarto diduga telah menyalurkan dana kredit LPEI untuk keperluan pribadi, termasuk judi.

Menurut KPK, Hendarto tidak menggunakan seluruh pembiayaan yang diterimanya untuk kebutuhan perusahaan, melainkan untuk kepentingan pribadi seperti pembelian aset, kendaraan, keperluan keluarga, hingga aktivitas perjudian. Keterangan ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di dalam Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Sebelum Hendarto, KPK sudah menetapkan lima tersangka lain dalam kasus kredit fiktif. Mereka adalah Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho (NN), Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal dan Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin (JM), Direktur Keuangan PT Petro Energy Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD), yang ditahan sejak Maret 2025, serta Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan (AS). Kedua tersangka terakhir belum ditahan.

Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, mengungkapkan bahwa LPEI memberikan kredit kepada 11 debitur. KPK memperkirakan kerugian negara dari pemberian kredit kepada debitur tersebut mencapai Rp 11,7 triliun.

Dalam kasus korupsi seperti ini, penting untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dihadapkan keadilan. Penyalahgunaan dana negara harus ditangani dengan tegas untuk melindungi kepentingan masyarakat dan mendorong transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Kasus ini juga menjadi reminded bahwa pengawasan yang ketat diperlukan dalam proses pemberian kredit oleh lembaga-lembaga finansial negara.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan