Jerman Merayakan 35 Tahun Persatuan, Meski Identitas Masih Beragam

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Elisabeth Kaiser lahir di Gera, Thüringen Timur, ketika Jerman masih terpisah. Dua tahun setelah kelahirannya, Tembok Berlin roboh, dan pada 3 Oktober 1990, Jerman Timur resmi bergabung dengan Jerman Barat. “Saya tidak merasakan proses reunifikasi secara sadar, tetapi cerita keluarga telah membentuk pandangan saya,” tulisnya dalam laporan tahunan yang dirilis di Berlin kala merayakan 35 tahun persatuan Jerman. Sebagai komisaris federal Jerman Timur baru sejak Mei 2025, laporan ini menjadi karya pertamanya.

Seorang ilmuwan politik berusia 38 tahun, Kaiser mendalami pengalaman generasi muda di Jerman yang sudah bersatu selama tiga setengah dekade. Namun, judul yang dipilihnya, “Besar dalam persatuan?”, mencerminkan kekhawatiran tentang perbedaan yang masih ada antara bekas Jerman Timur dan Barat.

Secara resmi, Jerman sudah satu bangsa sejak 1990. “Kami adalah generasi pertama yang dibesarkan di Jerman yang bersatu,” katanya. “Tetapi bagi anak muda, ‘Timur’ bukan hanya sebuah arah, melainkan ruang yang membentuk identitas dan kehidupan mereka.”

Kaiser, lulusan Universitas Potsdam di Brandenburg, memperhatikan perbedaan antara dirinya dengan generasi dari bekas Jerman Barat. “Anak muda di Barat jarang mengidentifikasikan diri sebagai ‘Jerman Barat’, sementara di Timur, mereka lebih sering dikenal sebagai ‘Ossis’—sebutan untuk orang Jerman Timur.” Perbedaan ini, menurutnya, bukan hanya soal geografis, tapi juga kondisi kehidupan yang berbeda.

Kondisi ekonomi di Jerman Timur tetap lebihtidak setara dengan Barat, terutama di daerah pedesaan. Transportasi umum dan akses kesehatan tidak sebaik di wilayah Timur, sedangkan pendapatan dan akses tunjangan sosial jauh di bawah rata-rata. “Kekayaan pun lebih rendah di Timur,” tambahnya, sehingga banyak orang tidak mendapat dukungan finansial dari keluarga sepanjang hidupnya.

Penuaan populasi di Jerman Timur juga lebih parah dibandingkan Barat, dengan proporsi anak muda jauh di bawah rata-rata nasional. “Sampai sekarang, anak muda di Timur terpengaruh karena kekayaan sering diturunkan melalui warisan, sesuatu yang sebagian besar mereka tidak dapat harapkan,” ujar Kaiser. Data 2024 dari Kantor Statistik Federal menunjukkan warisan di Jerman Barat lebih dari €106 miliar, sementara di Timur hanya sekitar €7 miliar—hanya seperempat per kapita.

Sejumlah solusi telah diajukan, seperti proposal “warisan untuk semua” dari Institut Penelitian Ekonomi Jerman (DIW), yang menawarkan €20.000 untuk setiap pemuda Jerman. Namun ide ini belum populer di kalangan konservatif, termasuk CDU yang dipimpin Friedrich Merz.

Meski Jerman Timur telah berprogres dalam berbagai bidang, seperti pertumbuhan ekonomi dan energi terbarukan, kesenjangan dengan Barat tetap ada. Sebagai tambahan, penurunan penduduk di Timur mencapai 16% sejak 1990, sementara Barat tumbuh 10%. Sementara Berlin tetap stabil, lima negara bagian Timur kini hanya memiliki sekitar 12,5 juta penduduk.

Jerman telah menggagaskan satu negara, tetapi identitas dan kenyamanan kehidupan masih membutuhkan waktu lebih lama untuk menyatu. Perbedaan ekonomi, warisan budaya, dan pola migrasi menambahkan lapisan kompleksitas pada integrasi yang sedang berlangsung. Bagaimana Jerman akan menutup celah ini? Masih menjadi pertanyaan yang menantang.

Dalam melakukan transformasi, Jerman Timur telah menunjukkan resiliensi dan adaptasi, tetapi tantangan struktural tetap mengancam keseimbangan masa depan. Pernah menjadi simbol persatuan, Jerman kini menghadapi tantangan untuk menjadi simbol kesetaraan yang sebenarnya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan