Batik Tradisional Banjar Gaungkan Kolaborasi Motif

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Semangat untuk melestarikan batik khas Kota Banjar terus dipertahankan oleh Hj Lalak, seorang pengrajin yang aktif berkarya sejak 15 tahun yang lalu. Selama periode ini, ia tidak berhenti berinovasi dan mengembangkan berbagai motif yang didasarkan pada nilai-nilai lokal.

Karya-karyanya, seperti motif Tarum, rambutan Si Batulawang, ikan Bebeong, belimbing madu, rangginang, Gunung Sangkur, dan bata, semuanya terinspirasi dari alam serta budaya setempat. Saat ini, sudah ada sekitar 30 motif batik khas Banjar yang diperkenalkan kepada masyarakat umum.

Lalak mengungkapkan bahwa walaupun perjalanan dalam mempromosikan batik khas Banjar penuh dengan tantangan, ia tetap berkomitmen untuk memperluas penjualannya ke berbagai daerah. Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah aspek pemasaran, dengan penjualan rata-rata hanya mencapai satu hingga dua lembar per bulan.

Pemesan utamanya adalah orang yang sudah familiar dengan batik Banjar atau membelinya sebagai souvenir bagi tamu dari luar kota. Meskipun demikian, produksi batik tetap berlangsung tanpa henti. Lalak terus berusaha menciptakan variasi baru, seperti menggabungkan motif rangginang dengan ikan Bebeong, Gunung Sangkur dengan rerengan, atau belimbing dengan batu.

Menurutnya, meskipun permintaan masih terbatas, usaha ini harus terus berlanjut untuk menjaga warisan budaya daerah. Upayanya mulai menghasilkan hasil, seperti saat batik motif rangginang digunakan dalam acara pernikahan antara warga lokal dengan warga Turki. Keberhasilan ini menjadi semangat tambahan bagi Lalak untuk memperjuangkan pemasaran yang lebih luas.

Selain itu, ia mengajak masyarakat, pejabat daerah, dan Wali Kota Banjar untuk bersama-sama memakai batik khas daerah. Menurutnya, jika masyarakat setempat sendiri tidak menyukai untuk melestarikan batik, maka situasi akan lebih ironis apabila orang asing lebih bangga memakainya.

Selain masalah pemasaran, tantangan lain yang dihadapi adalah sulitnya mencari generasi penerus. Lalak khawatir karena minimnya minat anak muda untuk belajar membatik. Ia berharap putranya nantinya dapat melanjutkan usaha ini, meskipun ia juga optimis dengan kemungkinan adanya regenerasi dari kalangan muda.

Terkini, data menunjukkan bahwa industri batik tradisional di Indonesia mengalami penurunan pesat, dengan sebagian besar pemuda lebih tertarik pada pekerjaan modern. Namun, upaya seperti yang dilakukan Lalak menunjukkan bahwa budaya tradisional masih memiliki tempat dalam kehidupan modern. Studi kasus menunjukkan bahwa batik yang diadaptasi dengan desain kontemporer cenderung lebih diminati oleh generasi muda. Mungkin ini bisa menjadi jalan alternatif bagi pengrajin batik untuk mempertahankan warisan budsaya sambil menarik minat generasi baru.

Jika kita ingin menjaga warisan budaya kita, kita harus bermula dari diri sendiri. Lakukan langkah kecil seperti memakai batik setidaknya satu kali dalam seminggu. Mari menjadi bagian dari gerakan pelestarian budaya dan membuat dunia lebih indah dengan warisan yang kaya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan