Pengajuan Anggaran Langsung ke Komisi XI DPR dalam RUU P2SK

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Badan Legislasi DPR RI telah menyetujui lanjutan pembahasan RUU P2SK di Sidang Paripurna, dengan salah satu pokok pembahasan utama berfokus pada penegasan kedaulatan LPS. Isu ini diangkat selama Rapat Pleno bersama Baleg DPR RI oleh Martin Manurung, yang menjabat sebagai Wakil Ketua Baleg dan Ketua Panja Harmonisasi Pembulatan Konsepsi RUU P2SK.

Menurut Martin, revisi dalam RUU P2SK merupakan tindak lanjut atas putusan MK Nomor 85/PU-XXII/2024 yang menekankan kedaulatan LPS dalam UU P2SK (pasal 2) serta putusan MK Nomor 59/PU-XXI/2023 yang membahas kewenangan penyidikan pelanggaran di bidang jasa keuangan. Keterangan ini disampaikan saat Rapat Pleno bersama Baleg DPR RI di Jakarta, pada hari Rabu, tanggal 1 Oktober 2025.

Selanjutnya, Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR RI, menjelaskan bahwa tidak ada perubahan signifikan pada fungsi LPS. Namun, ada penyesuaian penting bahwa LPS dapat langsung mengajukan anggaran ke DPR tanpa melalui Kementerian Keuangan. Menurut Misbakhun, perubahan ini tidak memengaruhi esensi LPS, tetapi menyesuaikan prosedur pengajuan anggaran.

Selama ini, LPS harus melewati Kementerian Keuangan untuk mengajukan anggaran. Namun, dengan revisi dalam RUU P2SK, LPS sekarang dapat langsung mengajukan anggaran ke Komisi XI DPR RI. Selain itu, revisi ini juga memperkuat LPS sebagai lembaga negara yang independen, sehingga posisi LPS di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) setara dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurut Misbakhun, penegasan ini berdasarkan perintah MK, bukan inisiatif DPR. Hal ini memastikan bahwa normatifitas LPS harus diatur dalam undang-undang. RUU P2SK saat ini masih dalam tahap awal pembahasan dan akan memasuki Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) serta Surat Presiden (Surpres) setelah disetujui di Sidang Paripurna.

MK RI telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 86 ayat 4 UU P2SK dalam putusan Nomor 85/PUU-XXII/2024. Putusan ini, antara lain, menekankan kedaulatan LPS dengan memberikan pemaknaan baru terhadap beberapa frasa. Misalnya, frasa “untuk mendapat persetujuan” pada Pasal 86 ayat (4) dan frasa “Menteri Keuangan memberikan persetujuan” pada ayat (6) UU PPSK dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jika tidak dimaknai sebagai “persetujuan DPR”.

Perubahan iniïs sangat krusial untuk menjamin stabilitas dan kedaulatan lembaga keuangan di Indonesia. Dengan penyesuaian ini, LPS dapat beroperasi dengan lebih efektif dan transparan, memastikan perlindungan simpanan publik dalam sistem keuangan. Revisi RUU P2SK bukan hanya tentang prosedur, tetapi juga tentang kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan negara. Hal ini juga menunjukkan komitmen DPR dalam menanggapi keputusan MK dan meningkatkan kualitas regulasi keuangan. Perubahan ini diharapkan dapat mendukung sistem keuangan yang lebih stabil dan terpercaya, memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian nasional.

Selain itu, penegasan independensi LPS juga diperkuat dengan posisi yang setara dengan BI dan OJK dalam KSSK. Ini menandakan pengakuan terhadap peran LPS dalam memastikan stabilitas sistem keuangan. Dengan demikian, RUU P2SK bukan hanya tentang perubahan teknis, tetapi juga tentang transformasi lebih dalam dalam struktur lembaga keuangan. Keputusan ini menunjukkan bahwa DPR tidak hanya merespon perintah hukum, tetapi juga berkomitmen untuk membangun sistem keuangan yang lebih lama dan berkelanjutan. Perubahan ini juga dapat menginspirasi lembaga lain untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam operasi mereka. Dengan demikian, RUU P2SK tidak hanya tentang peraturan, tetapi juga tentang pembangunan sistem keuangan yang lebih baik untuk masdepan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan