Kusnadi, Mantan Ketua DPRD Jatim, Terima Uang Rp 79 Miliar dalam Kasus Suap Dana Hibah

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

KPK mengungkap adanya komitmen fee yang dialokasikan kepada mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi, dalam pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur selama periode 2019-2022. Menurut KPK, Kusnadi menerima kompensasi sebesar 20 persen dari setiap pencairan dana hibah yang diberikan kepada kordinator lapangan (Korlap) Pokmas.

“Kusnadi mendapatkan sekitar 15-20 persen dari setiap program. Biasanya, anggota DPRD seperti dia meraih bagian dalam rentang tersebut,” ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat sidang pers di kantor KPK, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025). Asep menambahkan bahwa korlap memberikan 20 persen dari dana hibah yang disetujui oleh Kusnadi sebagai bentuk pemulus awal, yang dikenal dengan istilah ‘ijon’, untuk memastikan dana tersebut dapat dicairkan.

Untuk mendapatkan persetujuan proposal dana hibah, korlap akhirnya memberikan uang kepada Kusnadi. “Istilahnya, mereka ‘ijon’ dulu sebelum proposal disetujui,” kata Asep. Dalam kurun waktu empat tahun, dari 2019 hingga 2022, Kusnadi sebagai Ketua DPRD Jatim saat itu telah mencairkan dana hibah Pokir sebesar Rp 398,7 miliar dari APBD. Jumlah dana hibah yang dikeluarkan setiap tahunnya berbeda-beda. Pada 2019, sebesar Rp 54,6 miliar, 2020 Rp 84,4 miliar, 2021 Rp 124,5 miliar, dan 2022 Rp 135,2 miliar. Total komitmen fee yang diperoleh Kusnadi selama empat tahun tersebut mencapai Rp 79,74 miliar.

Setelah dana hibah Pokir dicairkan, korlap melakukan pemotongan kembali. Mereka mengambil 5 hingga 10 persen untuk diri sendiri, 2,5 persen untuk pengurus Pokmas, dan 2,5 persen untuk biaya administrasi proposal. Akibatnya, hanya sekitar 55-70 persen dana hibah yang sesungguhnya digunakan untuk program masyarakat. “Artinya, dari 100 persen dana hibah, hanya 55 persen saja yang terekap untuk keperluan masyarakat,” tutur Asep. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 21 tersangka, dengan empat di antaranya telah ditahan.

Selain kusnadi selain dari potongan dana hibah yang dialokasikan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, kasus ini juga mengungkap praktik korupsi dalam pengelolaan dana publik yang harus seharusnya untuk keperluan masyarakat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana hibah, yang seharusnya digunakan untuk mendukung program-program masyarakat yang membutuhkan. Kejadian seperti ini mengajarkan kita tentang pentingnya pengawasan yang ketat dan sistem penanganan yang efektif dalam mencegah kejanggalan dalam distribusi dana publik.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan