Gerakan gagal bayar (galbay) pada pinjaman online (pinjol) di Indonesia tidaklah fenomenum baru, kata International Association of Registered Financial Consultants (IARFC) Indonesia. Organisasi ini mengungkapkan bahwa praktik ini sudah ada sejak dua dekade yang lalu.
Aidil Akbar Madjid, pendiri IARFC Indonesia, mengungkap bahwa fenomena galbay sudah terjadi sejak awal milenium. Namun pada saat itu, kasusnya lebih banyak berdampak pada kartu kredit daripada platform pinjol. “Gagal bayar itu bukan hal baru, sudah lama ada. Yang berbeda hanya produk yang digunakan,” katanya dalam acara Generasi Anti-Galbay di Aroem Resto Mahakam, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Pada era 2000-an, galbay lebih sering terjadi di skema pembelian langsung atau kredit tanpa agunan (KTA). Seiring waktu, berbagai jenis pinjaman muncul, termasuk kredit konsumtif, pembiayaan mobil, hingga pinjaman online yang kini menjadi trending.
Aidil menambahkan bahwa media sosial telah memperparah masalah ini. Kelompok galbay mulai muncul di platform digital sejak 5-10 tahun terakhir. “Dulu meminjam itu sulit banget, jaman tahun 2000-an awal. Tapi sekarang menjadi lebih mudah karena adanya sosial media,” tambahnya.
Fenomena ini tidak hanya melibatkan pinjaman kecil, tetapi juga pembiayaan besar seperti kendaraan bahkan restrukturisasi utang perusahaan. Konsekuensi galbay tetap berat, baik secara finansial maupun psikologis. Aidil menegaskan bahwa teroris penagih sering mengganggu orang yang tidak berutang, bahkan dengan menggunakan nomor kontak darurat orang lain.
“Gagal bayar akan mengganggu keuangan, menghambat tabungan, dan mempengaruhi credit score. Akibatnya tidak hanya finansial, tetapi juga psikologis,” tutup Aidil.
Peningkatan kasus galbay saat ini juga didukung oleh kemudahan akses pinjaman online. Banyak orang yang tertarik dengan kemudahan proses tanpa menyadari risiko yang besar. Studi menunjukkan bahwa penggunan platform pinjol continue to rise, especially among young adults who are lured by quick access to funds without thorough understanding of the terms and conditions. This often leads to a cycle of debt that is difficult to escape, particularly when combined with aggressive collection practices.
One notable case involved a young individual who borrowed Rp 46 million to treat their partner to a meal, only to find themselves trapped in a debt spiral. The psychological impact was severe, leading to anxiety and stress due to constant harassment from debt collectors. This highlights the importance of financial literacy and responsible borrowing.
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi individu untuk memahami konsekuensi pinjaman dan hanya menggunakan dana pinjaman jika sangat diperlukan. Pendekatan cermat dalam mempersiapkan keuangan dan mengelola utang dapat mencegah masalah serius di masa depan.
Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.