Pendidikan Inklusif di Muncar Banyuwangi: Solusi Terbaik untuk Ibu-Ibu Tunanetra

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Suasana indah mengiringi peluncuran Sekolah Rakyat di Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Muncar, Banyuwangi. Lulusan dari berbagai latar belakang, berjumlah 73 orang, diantar oleh orang tua dan keluarga untuk memulai pendidikan berasrama di sekolah gratis yang didirikan Presiden Prabowo Subianto.

Dalam kehidupan yang penuh warna, momen yang paling menggerakkan datang dari Nur Wahidah (50), seorang ibu buta dari Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar. Air matanya berjatuhan ketika ia disapa dan dibicarakan oleh Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, yang hadir untuk meresmikan sekolah tersebut.

Dengan suara yang lembut, Nur Wahidah menceritakan kisah hidupnya. Dia memiliki empat anak. Putra tertua sudah tiada, anak kedua sudah bekerja, anak ketiga masih bersekolah di SMA, sementara yang diantarnya ke Sekolah Rakyat adalah Rehan Meizi, anak termuda yang saat ini kelas 5 SD.

Sejak sembilan tahun yang lalu, penglihatannya hilang. Suaminya meninggalkan keluarga ketika Rehan baru berusia sebulan. Sejak itu, Wahidah berjuang sendiri untuk membesarkan anak-anaknya dengan penghasilan dari pekerjaan massa. “Sudah sembilan tahun aku kehilangan penglihatan. Untuk hidupku, aku hanya bisa bekerja sebagai tukang pijat. Dengan adanya Sekolah Rakyat ini, aku merasa sangat terhormat. Semoga anakku bisa maju, berkembang, dan menjadi orang sukses,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (30/9/2025).

Mendengar cerita itu, Ipuk membangkitkan semangat. “Tetaplah bertekad Bu. Insyaallah anak-anak ibu bisa meraih cita-cita mereka. Presiden melalui Sekolah Rakyat ingin semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan,” kata Ipuk yang membangkitkan.

Ratusan orang tua juga memegang harapan yang sama. Tutik (54), warga Songgon, tampak antusias ketika mengantar anaknya, Hidayatur Ramadan, yang sekarang kelas 2 SMA, untuk belajar di Sekolah Rakyat. “Perasaan saya senang sekali setelah tahu tempatnya nyaman. Daripada di rumah main terus, di sini anakku lebih terarah. Hatiku juga lega, apalagi semuanya gratis,” tutur Tutik.

Sejak sembilan tahun lalu, Tutik harus berjuang sendiri setelah suaminya wafat. Untuk menyambung hidup keluarga, ia menjual es dan kudapan di sekitar kampungnya. Meskipun penghasilan sementara, semangatnya tak pernah surut demi masa depan anak-anaknya.

Semangat juga terlihat dari Yesi, siswi SMA asal Siliragung yang berkesempatan berbincang langsung dengan Bupati Ipuk. Sebelumnya, ia pernah bersekolah di Tulungagung sebelum memutuskan pulang ke Banyuwangi untuk merawat nenek sakit. “Awalnya aku mau sekolah di SMK PGRI, lalu pendeta aku merekomendasikan sekolah program presiden. Aku tertarik, karena kami kurang mampu akhirnya aku memutuskan untuk belajar di sini,” kata Yesi.

Yesi bertekad akan belajar dengan sungguh-sungguh di Sekolah Rakyat. Ia ingin melanjutkan kuliah setelah lulus SMA dengan cita-cita menjadi psikolog. Selain itu, ia juga mengasah bakat di bidang seni, terutama bernyanyi dan menari.

Bupati Ipuk Fiestiandani berdoa agar cita-cita Yesi dan teman-sekolahnya dapat terwujud. “Semoga apapun cita-cita kalian mudah-mudahan terwujud. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, jadikan Sekolah Rakyat ini sebagai langkah awal untuk mewujudkan harapan di masa depan,” kata Ipuk.

Inisiatif Sekolah Rakyat menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan akses pendidikan yang merata bagi semua lapisan masyarakat, khususnya bagi yang kurang mampu. Program ini bukan hanya memberikan peluang belajar, tetapi juga membangun semangat dan harapan bagi generasi muda untuk meraih masa depan yang lebih baik. Dengan dukungan dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, anak-anak tersebut memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka dan menjadi pemimpin masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan