KPPU memutuskan untuk memberlakukan denda sebesar Rp15 miliar atas TikTok Nusantara (SG) Pte. Ltd. karena tidak tepat waktu dalam memberikan laporan (notifikasi) mengenai akuisisi mayoritas saham PT Tokopedia. Keputusan tersebut diumumkan dalam rapat Majelis Komisi yang dipimpin oleh Rhido Jusmadi di Gedung KPPU, Jakarta, pada hari Senin, 29 September.
Dengan akuisisi tersebut, TikTok sekarang mengendali 75,01 persen saham Tokopedia, sementara sisanya, yakni 24,99 persen, masih masuk dalam kepemilikan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. Proses akuisisi ini resmi berlaku sejak 31 Januari 2024, sehingga pemenuhan laporan ke KPPU seharusnya selesai paling lambat 19 Maret 2024.
KPPU menjelaskan, sebelumnya telah menerima pemberitahuan dari TikTok Pte. Ltd. Namun, entitas tersebut bukanlah pihak resmi yang bertanggung jawab dalam transaksi ini. Notifikasi seharusnya diserahkan oleh TikTok Nusantara (SG) Pte. Ltd., yang khusus dibentuk untuk urusan ini. Karena tidak ada laporan dari pihak yang benar, KPPU membatalkan notifikasi terkait dari TikTok Pte. Ltd. pada tanggal 7 Agustus 2024, dan segera memulai penyelidikan pada 8 Agustus 2024. Keterlambatan dalam pengajuan notifikasi dihitung selama 88 hari kerja.
Majelis KPPU menegaskan, penggunaan special purpose vehicle (SPV) memiliki potensi untuk digunakan tidak sesuai, terutama dalam upaya menghindari tanggung jawab hukum. Meskipun akuisisi TikTok terhadap Tokopedia sebelumnya telah disetujui dengan beberapa syarat dan dinilai tidak mengakibatkan dampak negatif terhadap persaingan, penanganan administratif yang tidak tepat tetap dianggap sebagai pelanggaran. Persetujuan bersyarat tidak membebaskan badan usaha dari kewajiban untuk melaporkan dengan tepat waktu.
Selama persidangan, TikTok Nusantara (SG) Pte. Ltd. mengakui keterlambatan dalam pengajuan notifikasi, menunjukkan sikap kerja sama, serta tidak memiliki riwayat pelanggaran sebelumnya. Hal ini menjadi dasar pengurangan denda yang diberlakukan. Dana sebesar Rp15 miliar harus disetorkan ke kas negara dalam waktu 30 hari sejak putusan menjadi final.
KPPU mengingatkan kembali betapa pentingnya patuh terhadap aturan administratif dalam melaporkan proses penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham. Hal ini menjadi dasar penting untuk menjamin persaingan usaha yang sehat di Indonesia.
Data riset terbaru menunjukkan bahwa pelanggaran administrasi seperti ini sering terjadi dalam transaksi besar, terutama di industri teknologi. Studi kasus serupa di beberapa negara menunjukkan bahwa keterlambatan notifikasi tidak hanya mengakibatkan denda, tetapi juga dapat menggangu stabilitas pasar. Infografis dari KPPU menunjukkan bahwa 35 persen perusahaan yang melakukan akuisisi di Indonesia mengalami penangguhan atau denda akibat keterlambatan pelaporan.
Selain dari itu, analisis menunjukkan bahwa penggunaan SPV dalam transaksi korporat memang memiliki manfaat dalam mengelola risiko, namun harus diimbangi dengan ketatnya patuh terhadap regulasi. Kasus ini menjadi pelajaran bagi perusahaan lain agar lebih memperhatikan prosedur hukum dalam setiap langkah bisnis.
Kesimpulan, kemampuan untuk mematuhi aturan administratif bukan hanya soal hukum, tetapi juga mengenai reputasi dan kejelasan bisnis. Persaingan usaha yang sehat membutuhkan semua pihak untuk berkomitmen pada transparansi dan ketertiban. Jangan biarkan keterlambatan kecil menjadi batuan dalam jalan kesuccesan bisnis Anda.
Baca juga Info Terbaru lainnya di Info terbaru.
