Gaduh Keracunan MBG, Lima Bakteri Ini Bisa Jadi Pemicunya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) telah menjadi perhatian utama saat ini. Program yang dirancang untuk meningkatkan gizi anak sekolah malah menyebabkan masalah kesehatan serius. Ribuan siswa di berbagai daerah mengalami gejala seperti mual, muntah, dan diare setelah memakan makanan yang seharusnya bermanfaat.

Data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukan, dalam kurun waktu dua pekan terakhir, sebanyak 3.289 anak mengalami keracunan makanan. Sejak program MBG dilaksanakan hingga sekarang, jumlah korban yang dilaporkan telah mencapai 8.649 anak. Hal ini menunjukkan bahwa makanan yang kaya nutrisi bukanlah cukup jika tidak dijamin keberadaan bakteri berbahaya. Maka, bakteri manakah yang paling sering menjadi penyebab keracunan makanan?

Bacillus cereus, dikenal dengan istilah fried rice syndrome, sering ditemukan pada nasi goreng, mi, atau makanan kotak yang disimpan terlalu lama di luar kulkas. Kasus terbaru terjadi di Kabupaten Bandung Barat, melibatkan 1.333 korban. Bakteri ini menghasilkan dua jenis racun, satu yang menyebabkan muntah cepat (dalam 30 menit) dan lain yang menyebabkan diare (6 till 15 jam kemudian). Meski jarang fatal, keracunan ini membuat penderita lemas selama setengah hari.

Salmonella, salah satu bakteri paling dikenal, sering ditemukan pada telur, ayam, daging, dan produk susu. Kontaminasi bisa terjadi mulai dari peternakan hingga penyajian. Menurut World Health Organization (WHO), gejala seperti diare, demam, kram perut, mual, dan muntah muncul 6-72 jam setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi. Gejala biasanya berlangsung 2-7 hari, tetapi bisa lebih berat pada anak-anak atau lansia.

Staphylococcus aureus, yang biasanya ada di kulit dan saluran pernapasan, bisa terhirup ke makanan jika penyiap tidak mencuci tangan dengan benar atau memiliki luka terbuka. Bakteri ini menghasilkan enterotoksin tahan panas, yang bisa menyebabkan keracunan Walau makanan sudah dimasak. Gejala seperti mual, muntah hebat, kram perut, dan diare muncul 30 menit hingga 8 jam setelah makan. Keracunan ini bisa berbahaya bagi anak-anak dan lansia.

Escherichia coli (E. coli), terutama strain Shiga toxin-producing (STEC), bisa merusak lapisan usus dan menyebabkan komplikasi serius. Data WHO menunjukkan gejala seperti diare berdarah, kram perut hebat, muntah, dan demam ringan muncul 2-5 hari setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi. Kasus berat bisa menyebabkan sindrom gagal ginjal (HUS), terutama pada anak-anak. Daging sapi giling setengah matang, susu mentah, sayuran segar tercemar kotoran hewan, dan air minum tidak layak sering menjadi sumber penularan.

Clostridium perfringens, dikenal sebagai food service germ, sering ditemukan pada makanan yang disajikan massal seperti daging, ayam, atau saus yang disimpan di luar kulkas terlalu lama. Spora bakteri ini tahan panas dan bisa melepaskan racun di usus, menyebabkan diare dan kram perut 6-24 jam setelah makan. Gejala biasanya hilang dalam 1-2 hari, tetapi bisa lebih parah bagi orang dengan daya tahan tubuh rendah.

Maraknya kasus keracunan MBG menunjukkan betapa pentingnya keamanan pangan. Lima bakteri utama—Bacillus cereus, Escherichia coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Clostridium perfringens—mampu menimbulkan masalah serius, terutama saat makanan disiapkan massal tanpa standar higiene yang ketat. Program Makan Bergizi Gratis memang bermanfaat, tetapi tanpa pengawasan yang baik, ia bisa menjadi ancaman kesehatan bagi anak sekolah. Nutrisi penting, tetapi keamanan pangan adalah fondasi yang tidak kalah krusial.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan