Insiden keracunan massal yang melibatkan ribuan siswa di Bandung Barat dalam waktu kurang dari seminggu telah menjadi perhatian utama karena skalanya yang besar. Hasil awal penyelidikan menunjukkan bahwa bakteri Salmonella sp diduga sebagai penyebab utama keracunan tersebut. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat, dr. Ryan Bayusantika Ristandi. Menurutnya, uji laboratorium menunjukkan keberadaan bakteri pembusuk, yaitu Salmonella dan Bacillus cereus, yang berasal dari unsur karbohidrat dalam makanan.
Penyebab utama kontaminasi ini diperkirakan terjadi karena masa penyajian makanan yang terlalu panjang. Jika makanan disimpan pada suhu ruangan selama lebih dari enam jam dan tanpa pengawasan suhu yang tepat, risiko pertumbuhan bakteri akan sangat tinggi. Bakteri Salmonella sp termasuk dalam tiga jenis bakteri paling umum yang menyebabkan keracunan makanan, selain Escherichia coli (E. coli) dan Campylobacter spp. Pasien yang terkena keracunan ini biasanya mengalami gejala seperti muntah dan diare.
Bakteri Salmonella sp memiliki masa inkubasi yang singkat, yaitu antara 12 hingga 24 jam, dan dapat menyebabkan infeksi saluran cerna yang dikenal sebagai salmonellosis. Gejala yang timbul meliputi diare, demam, mual, muntah, dan kram perut. Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa kontaminasi bisa terjadi sejak proses pengolahan bahan baku hingga distribusi makanan. Jika telur atau daging ayam tidak dimasak dengan sempurna, bakteri tersebut akan tetap hidup dan berisiko tinggi jika disajikan dalam jumlah besar.
Sementara itu, Bacillus cereus, yang umumnya ditemukan pada makanan seperti susu dan nasi goreng yang dibiarkan terlalu lama pada suhu ruangan, memiliki masa inkubasi yang lebih singkat, yaitu satu hingga lima jam. Selain itu, Prof. Ari juga menyoroti beberapa bakteri lainnya yang perlu diwaspadai, seperti Clostridium perfringens, yang biasanya ditemukan pada daging sapi, unggas, kacang-kacangan, kuah daging, kepiting, dan kerang yang tidak dimasak atau dihangatkan kembali dengan benar. Clostridium botulinum, yang ada pada makanan kaleng yang tidak diolah dan disimpan dengan benar, juga perlu diperhatikan. Menurut Prof. Ari, makanan yang seharusnya tetap dipanaskan di atas 65 derajat Celcius, sedangkan untuk memanaskan makanan kembali, suhu harus di atas 85 derajat Celcius.
Untuk mencegah keracunan makanan, penting untuk memastikan bahwa proses penyimpanan dan penyajian makanan dilakukan dengan baik. Mengecek suhu dan memastikan bahwa makanan dimasak dengan sempurna dapat membantu mengurangi risiko kontaminasi bakteri. Dengan memahami faktor-faktor yang menyebabkan keracunan makanan, kita dapat mengambil langkah-langkah preventif yang tepat untuk menjaga kesehatan.
Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.