Industri Baja dalam Kondisi Terendah

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) melalui Direktur Utamanya, Muhamad Akbar, membahas tantangan saat ini yang dihadapi industri baja. Menurutnya, industri tersebut sedang mengalami tekanan akibat tarif impor baru yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump. Kebijakan tersebut, yang menarik tarif resiprokal sebesar 19% dan bea masuk hingga 50% untuk produk baja dari berbagai negara, dapat memicu peningkatan ekspor baja China ke Asia Tenggara. Hal ini menjadi ancaman bagi industri baja domestik, karena negara-negara di kawasan ini memiliki perlindungan yang relatif lemah.

Akbar menegaskan, kondisi ini membuat industri baja nasional berada pada titik terendah. Ia berpendapat bahwa ini sebaiknya menjadi momen untuk mengukuhkan ekosistem baja nasional melalui penghapusan impor. “Kini saja industri baja dalam negeri bisa memanfaatkan peluang ini untuk memperkuat produksi dalam negeri, tidak hanya Krakatau Steel, tapi juga industri hilirnya,” katanya.

Dalam rapat yang sama, Direktur Jenderal Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Setia Diarta, menuturkan bahwa kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) masih berlaku untuk beberapa produk dari beberapa negara. Produk-produk tersebut meliputi 18 HS hot rolled coil (HRC) dari China, India, Thailand, Taiwan, Rusia, Belarusia, dan Kazakhstan. Selain itu, ada dua HS hot rolled plate dari China, Singapura, dan Ukraina, serta dua HS tinplate dari China, Korea, dan Taiwan. Produk I and H section empat HS dari China, dan satu HS hot rolled coil alloy juga dari China. “Saat ini, Indonesia masih menerapkan lima macam trade remedies,” kata Setia.

Selain itu, Kementerian Perindustrian juga memiliki aturan teknis impor baja yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021. Dalam peraturan ini, impor bahan baku hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki nomor induk berusaha. Setia juga menambahkan bahwa produksi baja dalam negeri dilindungi oleh Standar Negara Indonesia (SNI). Ia menjelaskan, standar ini berlaku untuk 3 SNI baja batangan, 7 SNI baja lembaran, 2 SNI baja profil, 3 SNI baja pratekan, 2 SNI tali kawat baja, 2 SNI pipa dan penyambung pipa baja, serta 4 SNI tabung baja dan kompor LPG. “Totalnya, ada 23 SNI produk baja yang saat ini digunakan sebagai perlindungan bagi industri dalam negeri,” tutupnya.

Industri baja nasional saat ini harus bersiap menghadapi tantangan global, terutama dengan adanya kebijakan tarif impor baru dari AS. Hal ini menuntut industri untuk lebih inovatif dalam mengelola sumber daya dan meningkatkan produktivitas. Dengan memperkuat ekosistem baja nasional, kita dapat menjaga kompetitivitas dan memastikan berkembangnya industri ini. Semua pihak harus bekerja sama untuk menghadapi tantangan ini dan memanfaatkan peluang yang ada.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan