Aliansi Ekonomi Menjelaskan Berbagai Dampak Jika MBG Dilanjutkan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) mengusulkan untuk sementara menghentikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar dapat dievaluasi dengan cermat. Keputusan ini diambil karena adanya kesimpangan risiko yang timbul jika program berlanjut dengan skema saat ini.

Vid Adrison, anggota AEI dan ekonom dari Universitas Indonesia (UI), menunjukkan bahwa dana yang dialokasikan untuk MBG, yang mencapai Rp 335 triliun pada tahun 2026, bisa menyebabkan crowding out, yakni penurunan ketersediaan dana untuk program lain. “Kami khawatir dengan crowding out. Anggaran Rp 335 triliun sangat besar, meskipun ada cadangan, tetapi ini merupakan pagu yang akan mengurangi dana untuk keperluan lainnya,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Senin (29/9/2025).

Vid juga menekankan pentingnya adanya mekanisme self-targeting agar program MBG dapat lebih tepat sasaran. Dengan metode ini, anggaran tidak perlu mencapai Rp 335 triliun. “Untuk mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, MBG bisa menjadi solusi. Sedangkan untuk mereka yang sudah mampu, bisa memilih alternatif lain, sehingga anggaran dapat dihemat,” jelasnya.

Selain itu, Vid juga mengungkapkan risiko food waste yang mungkin terjadi jika program MBG diterapkan secara universal. Menurutnya, konsumsi makanan anak-anak tidak bisa dipaksakan melebihi batas normal. “Jika MBG diterapkan secara universal, ada kemungkinan food waste. Contohnya, orang tidak akan makan lebih dari tiga kali sehari, sehingga ada yang sudah terpenuhi dan tidak perlu mengkonsumsi lagi,” katanya.

Dampak lain yang mungkin terjadi jika MBG dijalankan secara massal adalah kemungkinan kenaikan harga pangan. Hal ini karena permintaan yang sangat besar dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) akan menyebabkan produktivitas di pasar menurun. “Dengan begitu, harga akan naik dan mempengaruhi semua pihak. Yang terpengaruh paling berat adalah masyarakat miskin, karena kenaikan harga makanan akan menambah beban hidup mereka. Mungkin pemerintah harus mengalokasikan dana tambahan untuk bantuan sosial,” tambahnya.

Menurut studi terbaru, program MBG sekalipun berniat baik, perlu adanya penyesuaian agar efektif. Evaluasi yang tepat dapat mengurangi dampak negatif seperti kerugian dana dan kenaikan harga. Sebagai contoh, di beberapa daerah, implementasi MBG dengan sistem self-targeting berhasil mengurangi food waste dan membatasi biaya operasional.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dapat mempertimbangkan pendekatan terpadu, seperti mengintegrasikan MBG dengan program pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, tidak hanya memastikan akses makanan, tetapi juga mendorong kebiasaan makan sehat dan berkelanjutan. Dalam prosesnya, kolaborasi dengan masyarakat sipil dan organisasi nirlaba akan sangat berharga untuk memastikan program lebih efisien.

Salah satu studi kasus yang berhasil adalah program MBG di Jawa Timur, yang menyesuaikan distribusi makanan dengan kondisi lokal. Dengan menggunakan data teknologi dan partisipasi masyarakat, program tersebut berhasil mengurangi food waste dan meningkatkan kualitas gizi anak. Pendekatan ini bisa dijadikan referensi bagi evaluasi MBG di tingkat nasional.

Program MBG memiliki tujuan yang mulia, tetapi perlu disain dan diimplementasikan dengan bijak. Evaluasi yang baik akan memastikan bahwa dana yang dialokasikan digunakan dengan efektif, sementara dampak negatif seperti food waste dan kenaikan harga dapat dicegah. Dengan penyesuaian yang tepat, MBG bisa menjadi program yang lebih berkelanjutan dan manfaatnya akan dirasakan oleh mereka yang sebenarnya membutuhkannya.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan