Singapura Minta Pembatasan Hak Veto AS dan Sekutu di PBB, Anggap Relevansinya Terlalu Kuar

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Singapura mengajukan permintaan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membatasi kewenangan hak veto yang dimiliki lima anggota tetap Dewan Keamanan. Negara itu meminta reformasi agar organisasi global tersebut menjadi lebih inklusif dalam keputusannya.

Menurut laporan Channel News Asia, pada hari Minggu (28 September 2025), Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, menyampaikan pendapat ini dalam Sidang Umum PBB di New York. Dalam pidatanya, dia menekankan bahwa penggunaan hak veto semakin sering terjadi di tengah konflik global yang terus membesar.

“Keberadaan dan, untuk lebih tepatnya, penggunaan hak veto dengan sikap tidak bersimpati oleh P5 harus dihadkan,” ungkap Balakrishnan.

Dia juga menekankan bahwa negara-negara anggota PBB perlu sepakat mengenai aturan penerapan hak veto di masa depan. Menurutnya, dunia saat ini telah mengalami perubahan besar sejak PBB didirikan.

“Sama seperti dunia yang telah berubah dramatis dalam 80 tahun terakhir, tentu PBB juga harus mengadaptasi diri agar tetap relevan untuk masa depan. Kita membutuhkan PBB yang lebih representatif dan inklusif, yang sesuai dengan kondisi saat ini.”

Lima negara yang memiliki hak veto dalam Dewan Keamanan PBB adalah Tiongkok, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Hak ini memungkinkan salah satu negara tersebut memblokir resolusi PBB, meskipun mendapat dukungan dari anggota lainnya.

Awal bulan ini, Amerika Serikat menggunakan hak veto untuk keenam kalinya dalam memblokir rancangan resolusi yang menyerukan gencatan senjata di Gaza, Palestina, dan pembebasan sandera. Alasan Amerika Serikat adalah karena resolusi tersebut tidak mengecam Hamas atau mengakui hak Israel untuk bertahan. Sementara itu, 14 anggota Dewan Keamanan PBB lainnya mendukung resolusi tersebut.

Balakrishnan mengakui peran anggota terpilih Dewan Keamanan PBB namun juga menyerukan hubungan yang lebih erat antara Dewan Keamanan dengan Majelis Umum. Singapura telah mengajukan reformasi serupa dalam debat terbuka Dewan Keamanan PBB tahun lalu.

Balakrishnan mengemukakan ini saat PBB memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II. Menurutnya, tatanan pascaperang dunia sudah tidak relevan lagi. Dia menambahkan bahwa distribusi kekuatan ekonomi, teknologi, dan militer saat ini sangat berbeda dengan tahun 1945.

“Hormat terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB telah menghilang, pelanggaran hukum internasional dan hukum humaniter semakin sering terjadi, dan kedaulatan serta integritas wilayah negara seringkali tidak dihormati,” katanya.

Dia juga menambahkan bahwa konflik di Timur Tengah, Ukraina, dan beberapa negara di Afrika menunjukkan tragedi manusia yang saat ini terjadi. Selain itu, Singapura akan mempertimbangkan kembali pengakuan terhadap negara Palestina jika Israel terus mempertahankan langkah-langkah yang tidak mendukung solusi dua negara.

Dengan semakin seringnya konflik global dan ketidaksetaraan dalam keputusan PBB, reformasi dalam penggunaan hak veto menjadi penting agar organisasi ini tetap relevan dan adil dalam menanggapi tantangan global saat ini.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan