Tiga Perusahaan Dikenai Denda Rp 3 Miliar dan Wajib Membayar Ganti Rugi Rp 17,7 T

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan keputusan pemberian vonis lepas dalam kasus korupsi pengurusan izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau bahan minyak goreng (migor). Tiga korporasi yang terlibat, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, diwajibkan membayar denda Rp 3 miliar dan uang pengganti senilai Rp 17,7 triliun. Putusan kasasi ini dikeluarkan pada hari Senin, 15 September 2025, sesuai dengan informasi yang tersedia di laman MA.

Wilmar Group dijatuhi denda Rp 1 miliar yang dapat diganti dengan kurungan selama enam bulan. Selain itu, mereka harus membayar uang pengganti sebesar Rp 11,88 triliun, yang terdiri dari keuntungan tidak sah Rp 1,69 triliun, kerugian keuangan negara Rp 1,65 triliun, serta kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp 8,52 triliun. Jumlah tersebut dikompensasikan dengan uang yang dititipkan terdakwa kepada Jampidsus sebesar Rp 11,88 triliun, yang akan disetorkan ke kas negara.

Musim Mas Group juga dihukum denda Rp 1 miliar yang dapat diganti dengan kurungan enam bulan, serta uang pengganti Rp 4,89 triliun, yang terdiri dari keuntungan tidak sah Rp 626,63 miliar, kerugian keuangan negara Rp 1,10 triliun, dan kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp 3,15 triliun. Jumlah ini dikompensasikan dengan uang yang dititipkan ke RPL Jampidsus sebesar Rp 1,18 triliun, yang akan disetorkan ke kas negara.

Permata Hijau Group dijatuhi denda Rp 1 miliar yang dapat diganti dengan kurungan enam bulan, serta uang pengganti Rp 937,55 miliar. Rinciannya meliputi keuntungan tidak sah Rp 124,41 miliar, kerugian keuangan negara Rp 186,43 miliar, dan kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp 626,70 miliar. Jumlah ini dikompensasikan dengan uang yang dititipkan ke RPL Jampidsus sebesar Rp 186,43 miliar, dan kekurangan akan ditutupi dengan aset yang disita untuk dilelang. Jika uang pengganti masih tidak terpenuhi, harta benda milik David Virgo, personal pengendali terdakwa, akan disita dan dilelang. Jika masih tidak mencukupi, terdakwa akan mengganti pidana dengan penjara selama tiga tahun.

Tiga korporasi ini awalnya dijatuhi vonis lepas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, namun ternyata ada dugaan suap di balik keputusannya. Majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas tersebut dipimpin oleh hakim Djuyamto, bersama anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Diduga, uang suap senilai Rp 40 miliar telah dialokasikan dalam kasus ini.

Uang suap tersebut diduga diterima oleh Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei, pengacara terdakwa korporasi migor. Rp 40 miliar tersebut dibagi antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan dan eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

Sidang perdana dugaan suap vonis lepas telah dilakukan di Pengadilan Tipikor Jakarta, dengan terdakwa Arif, Djuyamto, Agam, Ali, dan Wahyu didakwa menerima duap dan gratifikasi terkait vonis lepas tersebut. Menurut surat dakwaan jaksa, dari total Rp 40 miliar suap, Arif menerima Rp 15,7 miliar, Wahyu Rp 2,4 miliar, Djuyamto Rp 9,5 miliar, sedangkan Agam dan Ali masing-masing Rp 6,2 miliar.

Kasus ini mengungkapkan betapa pentingnya transparansi dan keadilan dalam proses hukum, terutama dalam kasus korupsi yang melibatkan perusahaan besar. Pelanggaran hukum seperti ini harus ditangani dengan tegas untuk menjaga integritas sistem peradilan. Deklarasi yang jelas dan tindakan yang tegas terhadap para pelaku akan memberikan sinyal kuat bahwa korupsi tidak akan ditoleransi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan