Revisi UU BUMN Mengatur Rangkap Jabatan Komisaris

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah dan DPR sedang melakukan revisi terhadap Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu perubahan utama yang diusulkan adalah terkait dengan ketentuan tentang menteri dan wakil menteri yang juga menjabat sebagai komisaris BUMN. Ini diambil karena ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan batasan waktu jabatan ganda bagi pejabat tersebut.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa revisi ini juga bertujuan untuk menyikapi berbagai masukan publik sejak UU BUMN disahkan pada awal 2025. Beberapa poin kontroversial, seperti status pejabat BUMN yang bukan penyelenggara negara, sedang dibahas untuk dikembalikan seperti semula.

Selain itu, revisi juga melibatkan peran Kementerian BUMN. Sekarang, sebagian besar tugas telah dialihkan ke Danantara, sehingga Kementerian BUMN hanya bertindak sebagai regulator saham dan menyetujui Rencana Pengembangan Perusahaan (RPP). Adapun revisi ini diharapkan selesai sebelum penutupan sidang pertama tahun 2025-2026, sebelum DPR memasuki masa reses pada 3 Oktober 2025.

MK sebelumnya telah melarang wakil menteri untuk menjabat sebagai komisaris BUMN, dengan alasan pejabat negara harus lebih fokus pada kewajiban di kementerian masing-masing. Putusan MK No. 128/PUU-XXIII/2025 memberikan waktu dua tahun kepada pemerintah untuk menyesuaikan peraturan.

Banyak wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih yang saat ini masih memegang posisi komisaris di perusahaan BUMN, termasuk PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Contohnya, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menjadi komisaris PT Pertamina International Shipping, sementara Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Stella Christie menjabat sebagai komisaris PT Pertamina Hulu Energi.

Menurut data terkini, revisi UU BUMN ini tidak hanya mempertimbangkan putusan MK, tetapi juga input dari masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah dan DPR memfokuskan diri untuk melakukan perbaikan yang lebih transparan dan inklusif. Dengan demikian, diharapkan BUMN dapat lebih efisien dan berkontribusi lebih baik pada pembangunan nasional.

Kini, BUMN tidak lagi hanya sebagai entitas bisnis, tetapi harus lebih terpadu dengan tujuan pembangunan negara. Revisi ini juga dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan BUMN, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih optimal bagi masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dan DPR harus tetap memperhatikan masukan publik untuk memastikan kebijakan yang dikeluarkan selalu sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan