Karyawan Bekas Askes Mendesak BPJS Membayar Dana Pensiun, DPR Dikaji Intervensi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Mantan pekerja PT Askes (Persero) telah meminta bantuan DPR RI untuk memecahkan masalah pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) ke BPJS Kesehatan. PT Askes, sebagai perusahaan asuransi kesehatan negara, kini telah berubah menjadi BPJS Kesehatan. Syahrudin Sam Biya, Ketua Ikatan Karyawan Purna Bhakti Askes Gorontalo, mewakili 1.600 pensiun Askes yang menuntut pencairan dana pensiunan kepada BPJS Kesehatan. Masalahnya timbul karena surat pengantar dari direksi BPJS Kesehatan menjadi hambatan.

Dana pensiunan tersebut sudah dialokasikan ke Dana Pensiunan Lembaga Keuangan (DPLK) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), karena BPJS Kesehatan belum memiliki wadah Dana Pensiunan Pekerja Kerja Sosial (DPPK). Menurut Sam Biya, pencairan dana pensiun diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dengan ketentuan beban bunga dan pajak 0% untuk maksimal Rp 50 juta. Setelah konsultasi dengan OJK dan Kejaksaan Agung, BPJS Kesehatan mendapatkan legal opinion untuk menerbitkan pengantar pencairan.

Namun, Sam Biya mengungkapkan bahwa dalam peraturan baru, hanya pensiunan setelah tahun 2000 yang dapat dicairkan sepenuhnya. Pensiunan sebelum tahun 2000, termasuk DPLK BRI, masih ditahan. Selain itu, Tabungan Hari Tua (THT) para karyawan Askes juga terkena dampak kebangkrutan PT Jiwasraya. Program THT di Jiwasraya sebelumnya dijalankan oleh Askes sebelum berubah nama menjadi BPJS Kesehatan.

Meskipun Jiwasraya awalnya memiliki kinerja baik, kebangkrutannya membuat THT para pensiunan Askes tidak dapat dicairkan. Saat ini, 1.600 anggota Ikatan Karyawan Purna Bhakti Askes ikut program restrukturisasi Jiwasraya ke IFG Life. Namun, proses pencairan dianggap merugikan nasabah. Hendroyono, anggota ketua ikatan, menjelaskan bahwa keuntungan program dana pensiunan menurun drastis. Program Jiwasraya awalnya janji keuntungan 100%, tetapi di IFG Life hanya sekitar 40%.

Beberapa isu yang diungkapkan termasuk perhitungan harapan umur yang tidak sesuai, dan janji pengembalian dana yang tidak terpenuhi. Hendroyono juga menambahkan bahwa uang pensiunan yang dijanjikan setiap bulan hanya berlaku selama 10 tahun, sedangkan di Jiwasraya, seluruh tabungan akan dikembalikan kepada ahli waris. Situasi ini menunjukkan kompleksitas dalam penyelesaian masalah pensiunan di Indonesia, terutama bagi mantan karyawan BUMN.

Kasus ini menegaskan pentingnya transparansi dan keadilan dalam sistem pensiunan, terutama bagi mereka yang telah berjuang selama bertahun-tahun. Masalah ini juga menekankan peran DPR RI dalam memastikan hak-hak pensiunan terpenuhi dan mencari solusi yang adil.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan