Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberitahu publik bahwa tujuh perusahaan asuransi sedang menghadapi resiko kerugian sebesar Rp 19,34 triliun. Seluruh perusahaan tersebut saat ini berada di bawah pengawasan yang lebih ketat dari pihak OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa tujuh perusahaan tersebut mungkin mengalami penurunan nilai manfaat. Namun, ia tidak mengecam nama perusahaan yang terkait. “Tujuh perusahaan ini dikategorikan dalam status pengawasan intensif dan khusus, dan memiliki potensi kerugian sebesar Rp 19,34 triliun dengan penurunan nilai manfaat sebesar 52,91%,” tutur Ogi selama rapat dengan Komisi XI DPR RI pada Selasa (23/9/2025) terkait dengan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Sejak tahun 2015, OJK telah mencatat adanya 10 perusahaan asuransi yang dinyatakan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya, sehingga izin usaha mereka dicabut. Total kerugian dari 10 perusahaan tersebut mencapai Rp 19,41 triliun, dengan lebih dari 30.170 pemegang polis yang terdampak.
Selain itu, saat ini ada dua perusahaan asuransi yang sedang dalam proses restrukturisasi, yaitu Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJBB) dan Jiwasraya. Menurut Ogi, AJBB mengalami penurunan manfaat sebesar 47,3% atau Rp 13,2 juta, yang mempengaruhi sekitar 1,9 juta pemegang polis. Sementara itu, Jiwasraya mengalami penurunan manfaat sekitar 30% atau Rp 15,8 triliun, dengan 314.067 pemegang polis terdampak. “Kedua perusahaan masih dalam proses restrukturisasi, termasuk Jiwasraya dan Bumiputera,” tambah Ogi.
Data Riset Terbaru:
Sebuah studi yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan pada tahun 2024 menunjukkan bahwa 60% pemegang polis di Indonesia memprioritaskan stabilitas perusahaan asuransi sebelum memilih produk. Hal ini menunjukkan pentingnya transparansi dan keuangan sehat dalam industri asuransi agar dapat menarik investasi dan memperoleh kepercayaan masyarakat.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Masalah kerugian di sektor asuransi sering disebabkan oleh manajemen yang kurang baik, investasi yang berisiko tinggi, atau fluktuasi pasar. Restrukturisasi merupakan langkah yang harus diambil untuk melindungi kepentingan pemegang polis dan memastikan kestabilan industri. OJK perlu terus memantau perusahaan asuransi agar dapat mengambil tindakan cepat jika masalah keuangan muncul.
Kesimpulan:
Di era digital yang terus berkembang, keandalan perusahaan asuransi menjadi sangat krusial. Pemegang polis harus tetap waspada dan memantau kondisi keuangan perusahaan yang mereka pilih. Sementara itu, OJK dan pemerintah harus berperan aktif dalam mengawasi dan mendukung restrukturisasi perusahaan agar industri asuransi dapat terus berkembang dengan sehat.
Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.