12 Tahun Menabdikan Diri dalam Pengajaran Santri: Motivasi Ibu Tiri Jumadil

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Iptu Jumadil Firdaus, Kasubbag Binkar SDM Polresta Banda Aceh, membagikan alasan mengapa dia tetap setia mengajar di pesantren tradisional di Aceh selama 12 tahun. Menurutnya, setiap kegiatannya adalah bentuk ibadah dan wujud penerapan nilai kepolisian seperti Tribrata dan Catur Prasetya.

Dalam program Hoegeng Corner di detikPagi, Selasa (23/9/2025), Jumadil menjelaskan bahwa kegiatannya tersebut tidak hanya sebagai tugas, tetapi juga untuk memupuk iman dan taqwa serta mempererat hubungan dengan masyarakat dan Allah.

Dia juga mengaitkan pekerjaannya dengan tugas utama kepolisian, yakni melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Selain mengajar, Jumadil juga merasa bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak di zaman digital.

“Semua yang saya lakukan niatkan sebagai ibadah. Saya melihat anak-anak sekarang, khususnya di era digital, sangat membutuhkan panduan dari kita yang telah ditetapkan sebagai pemimpin, baik di keluarga, tempat dinas, atau masyarakat,” kata dia.

Ketertarikan Jumadil untuk mengajar sudah terlihat sejak masa SMA, saat dia mengajar anak-anak mengaji di TPQ. Setelah lulus kuliah, dia menjadi anggota polisi pada 2005, setelah tsunami melanda Aceh. Dia aktif membantu sebagai pengasuh di asrama anak yatim yang dibangun oleh Kerajaan Johor Malaysia.

“Saya terus mengajar di sana, menjadi pengasuh anak yatim dari 2005 hingga 2012,” terang Jumadil dalam wawancara sebelumnya. Pada 2012, dia mulai mengajar di Pesantren Raudhatul Hikmah Al Waliyah, asuhan Tgk H Syukri Daud Pango Raya, setelah pulang dinas.

Jumlah santri di pesantren tersebut pernah mencapai 350 orang, namun sekarang hanya sekitar 250 orang. Pesantren ini memiliki kelas untuk laki-laki dan perempuan. “Untuk anak-anak sekitar 50 yang tinggal di pesantren, sisanya tinggal di rumah masing-masing,” jelas Jumadil.

Materi yang diajarkan oleh Jumadil bergantung pada kurikulum pesantren, seperti tajwid, tadarus Al-Quran, hingga kitab-kitab Arab.

Menjadi pemimpin tidak hanya tentang otoritas, tetapi juga tentang pengabdian dan seni mengajar. Jumadil Firdaus menunjukkan bagaimana nilai-nilai kepolisian bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan dedikasi yang tak kenal lelah, dia membuktikan bahwa kepemimpinan sejati berasal dari hati yang penuh kasih dan tanggung jawab. Di era digital ini, perannya semakin penting untuk bimbingan anak-anak, karena panduan yang tepat dapat membentuk generasi yang lebih baik.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan