"Wakil Ketua MPR Mendengarkan Pendapat Akademisi Universitas Airlangga Soal RUU Perlindungan Lingkungan"

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno, hadir dalam diskusi dengan dosen dan guru besar di Pusat Penelitian Hukum dan Kebijakan Energi Terbarukan Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Kegiatan ini diadakan untuk mengumpulkan aspirasi akademisi dalam pembuatan undang-undang yang mendukung lingkungan dan energi terbarukan.

Eddy menjelaskan, ia hadir untuk mendengar langsung input dari para pakar hukum dan akademisi terkait berbagai rancangan undang-undang (RUU) serta regulasi lingkungan yang sedang dibahas oleh pemerintah. “Kami melakukan ini untuk memastikan produk hukum yang dihasilkan didasarkan pada riset dan kajian akademik yang komprehensif, sehingga akhirnya bermanfaat bagi masyarakat,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (22/9/2025).

Hadir di hadapan para guru besar dan akademisi di Unair, Eddy menyatakan bahwa pihaknya akan terus memantau proses pembahasan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim (RUU PPI) dan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET). “RUU PPI merupakan bagian dari inisiatif Fraksi PAN untuk mencegah dampak krisis iklim yang saat ini berpotensi merugikan masyarakat. Oleh karena itu, masukan dari Pusat Kajian Hukum Energi Terbarukan Unair sangat berharga agar RUU ini dapat menjadi solusi efektif,” tuturnya.

Dalam pembahasan RUU EBET, Eddy menerima masukan dari dosen dan akademisi di Fakultas Hukum Unair, terutama terkait kebutuhan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan energi. “Masukan yang diberikan memiliki dasar ilmiah yang kuat. Hal ini menjadi modal penting untuk saya dalam membahas RUU ini. Semoga ada konsensus bersama agar RUU EBET dapat segera disahkan,” tambahnya.

Sementara itu, Ibu Indria Wahyuni PhD, peneliti dari Pusat Penelitian Hukum dan Kebijakan Energi Terbarukan FH Unair, menyampaikan apresiasinya atas langkah Eddy yang langsung mendengarkan masukan dari akademisi dan guru besar. “Kita membutuhkan pemimpin yang mau mendengarkan input dari luar pemerintahan, termasuk dari dunia akademik. Pendekatan bottom-up policy ini penting agar kebijakan pemerintah tetap terkoneksi dengan hasil riset dan penelitian di kampus,” tandasnya.

Pada tahun 2025, peran akademisi dalam pembuatan kebijakan pemerintah semakin diutamakan. Studi terkini menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan ahli hukum dapat meningkatkan efektivitas kebijakan lingkungan hingga 40%. ini menunjukkan bahwa partisipasi akademisi tidak hanya penting, tetapi juga dapat memberikan dampak nyata dalam penanganan krisis iklim dan perkembangan energi terbarukan.

Kasus sukses di beberapa negara menunjukkan bahwa kebijakan berbasis riset akademik memiliki peluang lebih besar untuk diterapkan dengan sukses dan berdampak positif pada lingkungan. Misalnya, di Eropa, kebijakan energi terbarukan yang didasarkan pada riset ilmiah telah mengurangi emisi karbon hingga 25% dalam waktu lima tahun.

Akhirnya, peran aktif para akademisi dalam pembentukan kebijakan menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan dunia akademik adalah kunci dalam menuju solusi yang lebih terukur dan terarah. Dengan demikian, upaya seperti ini harus terus dilanjutkan untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan tidak hanya relevan, tetapi juga berdampak positif bagi generasi mendatang. Jangan ragu untuk terus mendorong perubahan melalui partisipasi aktif dan kolaborasi yang kuat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan