Kabupaten Tasikmalaya Membuka Peluang Ekonomi yang Belum Dimaksimalkan Menurut KAHMI

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kabupaten Tasikmalaya masih memiliki banyak potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan perekonomian daerahnya. Hal ini menjadi perbincangan utama dalam talkshow Simfoni Bakti KAHMI dengan tema “Membedah Peluang Peningkatan Sektor Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya”, yang disiarkan di Studio Utama Radar Tasikmalaya TV, Kelurahan Sambongpari, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, pada Senin (22/9/2025) sore. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai narasumber, termasuk akademisi, pengusaha media, regulator keuangan, dan tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kabupaten Tasikmalaya.

Dr Ani Heryani MSi, Presiden KAHMI Kabupaten Tasikmalaya, menggarisbawahi sektor pertanian sebagai pilar utama ekonomi daerah. Dia menyebutkan bahwa Tasikmalaya pernah menjadi salah satu pusat pengembangan padi organik di Indonesia dan memiliki beras Singaparna sebagai produk unggulan. Sayangnya, perkembangan ini mengalami kendala karena perubahan fungsi lahan, termasuk untuk pembangunan kantor bupati baru. “Kabupaten Tasikmalaya pernah unggul di bidang pertanian, tetapi lahan mulai tergerus. Misalnya, saat lahan dipindahkan ke Padawaras, hasilnya berbeda. Meskipun produk unggulan tetap Singaparna, alih fungsi lahan menjadi penghambat,” kata Ani.

Selain padi, sektor hortikultura juga memiliki potensi yang besar. Produk seperti jagung, salak, dan manggis bahkan sudah diekspor ke luar negeri. Namun, Ani menekankan pentingnya pengembangan berkelanjutan. Produk pertanian ini seharusnya bisa diolah lebih lanjut menjadi industri pangan dan dibangun melalui pengembangan pariwisata. “Beberapa desa wisata di Tasikmalaya hanya ada namanya saja. Jika dikelola dengan serius, potensi pertanian bisa berkembang lebih jauh melalui desa wisata. Sayangnya, desa wisata hanya maju bila ada pihak ketiga yang ikut terlibat,” tambahnya.

Petani di Tasikmalaya menghadapi berbagai tantangan, seperti kenaikan biaya produksi yang pesat sementara harga hasil panen tetap rendah. Biaya buruh dan benih semakin mahal, sedangkan subsidi pupuk sering kali tidak stabil. Selain itu, nilai jual padi cenderung menurun, dan daerah ini rentan terhadap bencana alam seperti longsor selama musim panen. “Buruh tani, benih, dan pupuk semakin mahal, sementara harga padi jatuh. Tambah lagi dengan bencana longsor yang sering terjadi saat panen,” jelas Ani.

Untuk mengatasi masalah ini, ia menegaskan bahwa kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, media, dan dunia usaha menjadi kunci. Program yang difokuskan hanya dari pusat tidak akan cukup. Keberlanjutan dan sinergi antar pihak diperlukan untuk memulihkan dan membangun kembali kearifan lokal Tasikmalaya.

Menurut data terbaru, sektor pertanian di Tasikmalaya memiliki potensi yang besar untuk menjadi salah satu pilar ekonomi daerah. Namun, perubahan fungsi lahan dan ketergantungan pada pihak ketiga menjadi penghambat utama. Studi kasus di beberapa desa wisata menunjukan bahwa tanpa dukungan yang konsisten dari pemerintah dan masyarakat, potensi tersebut tidak akan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Solusi yang holistik, termasuk pengembangan industri pangan dan pariwisata, diperlukan untuk menjadikan Tasikmalaya sebagai contoh pembangunan berbasis pertanian yang berkelanjutan.

Dari diskusi ini, terlihat bahwa potensi Tasikmalaya masih belum tergali dengan baik. Jika pemerintah dan masyarakat bekerja sama dengan strategi yang tepat, daerah ini bisa menjadi pusat pertanian dan pariwisata yang berkembang. Semangat kolaborasi dan inovasi adalah kunci untuk meraih kemajuan yang berkelanjutan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan