Pekerja India-China Pulang ke Amerika Serikat Setelah Trump Naikkan Tarif Visa hingga Rp 1,6 Miliar

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menetapkan biaya sebesar US$ 100.000 atau sekitar Rp 1,6 miliar (berdasarkan kurs Rp 16.000) untuk setiap pemohon baru visa H-1B, program yang ditujukan bagi pekerja asing terampil. Keputusan ini telah mengakibatkan kekhawatiran di kalangan pemegang visa tersebut, khususnya dari India dan China, yang merasa terancam akan permintaan untuk kembali ke negara mereka.

Setelah pengumuman tersebut, berbagai perusahaan teknologi dan bank segera menginformasikan karyawan mereka yang memiliki visa H-1B untuk tidak meninggalkan Amerika Serikat dan segera kembali sebelum batas waktu 12:01 waktu setempat. Beberapa pekerja asing asal India bahkan mempersingkat waktu liburan mereka dan segera kembali ke AS, khawatir bahwa kebijakan baru ini akan mengancam kedatangan mereka lagi ke negara tersebut.

“Kami harus memutuskan antara keluarga dan tinggal di sini,” kata seorang insinyur di sebuah perusahaan teknologi besar, seperti yang dilaporkan oleh Reuters, Minggu (21/9/2025). Situasi ini pun mencerminkan kepanikan yang mirip dengan masa pandemi Covid-19, ketika para pekerja segera kembali ke AS sebelum penerbangan dibatasi.

Perusahaan besar seperti Microsoft, Amazon, Alfabet, dan Goldman Sachs termasuk di antara mereka yang mengimbau karyawan mereka untuk pulang ke AS. Namun, seorang pejabat dari Gedung Putih menjelaskan bahwa aturan ini hanya berlaku bagi pemohon baru dan tidak mengganggu pemegang visa yang sudah ada atau mereka yang ingin memperbarui statusnya.

Sejak kembali menjadi presiden, Trump telah mengejar kebijakan imigrasi yang lebih ketat, termasuk upaya untuk membatasi lisensi imigrasi legal. Revisi terhadap program visa H-1B adalah langkah paling signifikan dari pemerintahannya. Pejabat pemerintahan Trump menyalahkan visa ini telah mempermurtingkan upah dan membuka peluang kerja lebih banyak bagi tenaga teknologi lokal. Mereka juga mengklaim bahwa program ini tidak memenuhi kebutuhan keterampilan tinggi atau menjaga daya saing perusahaan Amerika Serikat.

Di masa depan, kebijakan imigrasi yang lebih selektif mungkin akan menjadi trend, dengan negara-negara seperti Amerika Serikat berusaha untuk mengendalikan aliran pekerja asing. Bagaimanapun, dampaknya pada ekonomi global dan kepentingan perusahaan internasional tetap perlu diperhatikan dengan hati-hati.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan