Legislator Belanda yang Diprotes Keterangan Baju Bendera Palestina

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Anggota parlemen Belanda, Ester Ouwehand, menjadi sorotan setelah ia diprotes karena memakai blus dengan motif bendera Palestina selama sidang parlemen. Insiden ini mencuat virally di media sosial karena tindakannya saat diminta mengganti pakaian.

Dilansir dari situs resmi DPR Belanda, Minggu (21/9/2025), Ouwehand, yang lahir di Katwijk pada 10 Juni 1976 dan kini berdomisili di ‘s-Gravenhage atau Den Haag, telah menjabat sebagai anggota parlemen selama 6.423 hari. Ouwehand pernah belajar di Universitas Amsterdam jurusan Kebijakan, Komunikasi dan Organisasi, namun tidak menyelesaikan studi tersebut. Ia juga memiliki pendidikan pra-universitas.

Dalam karier awalnya, Ouwehand bekerja sebagai manajer pemasaran junior untuk majalah remaja Sanoma Uitgevers. Sekarang, ia aktif sebagai anggota parlemen dari Partai untuk Hewan (Partij voor de Dieren).

Peristiwa viral tersebut terjadi saat sidang mengenai anggaran nasional. Saat berpidato, Ouwehand dengan blus bermotif bendera Palestina memicu reaksi dari anggota parlemen lainnya, termasuk Ketua DPR Belanda, Martin Bosma. “Saya merasa keberatan Anda sekarang berdiri di sini dengan bendera itu,” ujar Bosma, seperti dilansir Al Jazeera, Sabtu (20/9/2025).

Ouwehand menolak permintaan untuk mengganti pakaian, membela diri dengan menyatakan bahwa aturan tata tertib tidak melarang blus berwarna merah, hijau, putih, dan hitam. Ia pun menjelaskan bahwa pakaiannya adalah bentuk solidaritas dengan Palestina, khususnya warga Gaza yang rentan.

“Kita berdiri di sini dalam solidaritas dengan Palestina. Yang penting adalah mereka yang tak berdaya dan kita harus membela mereka yang paling rentan,” kata Ouwehand. Dia menolak untuk berganti pakaian, tetapi akhirnya keluar untuk mengganti outfit menjadi kemeja merah muda dengan bintik hitam dan celana hijau. Pakaian baru tersebut menghindari motif bendera, namun tetap simbolis dengan warna yang menyerupai semangka, simbol solidaritas dengan Palestina sejak 1967.

Penyelesaian konflik di Timur Tengah memerlukan dialog yang inclusif. Masyarakat internasional perlu berpartisipasi dalam menciptakan kondisi damai, bukan hanya melalui simbol, tetapi juga tindakan nyata yang mendukung kemanusiaan. Setiap perjuangan untuk keadilan harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang riwayat dan kesulitan yang dihadapi oleh semua pihak.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan