Produksi beras diperkirakan melimpah, potensi penurunan harga

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Produksi beras di Indonesia dinilai masih dalam kondisi surplus hingga Oktober 2025, namun penerusan situasi ini hingga akhir 2025 dan awal 2026 masih perlu diwaspadai. Menurut Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional, data BPS menunjukkan produksi beras nasional di periode Januari-Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton. Angka ini meningkat 12,16% dibandingkan tahun sebelumnya, atau sekitar 3,37 juta ton lebih banyak.

Konsumsi beras selama periode yang sama masih tercatat sebesar 25,83 juta ton, sehingga sisa surplus beras mencapai 5,2 juta ton. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, surplus ini mengalami peningkatan sebesar 3,32 juta ton.

Arief menegaskan bahwa walaupun ada peningkatan produksi, semua pihak harus tetap berhati-hati. “Produksi beras biasanya menurun di bulan November 2025 hingga Januari 2026, sementara konsumsi rata-rata mencapai 2,5 juta ton per bulan,” katanya. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan ketersediaan dan stabilitas harga beras di pasar.

Cadangan pangan pemerintah digambarkan sebagai rem dan gas untuk menjaga harga beras tetap terjangkau bagi masyarakat, serta melindungi keuntungan petani. Melalui program Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), penyaluran beras saat ini telah berhasil menurunkan harga di beberapa zona.

Data Panel Harga Pangan per 18 September 2025 menunjukkan bahwa harga beras medium di Zona 1 sudah mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET), yaitu Rp 13.434/kg. Zona 2 berharga Rp 14.049/kg, atau 0,35% di atas HET, sedangkan Zona 3 mencapai Rp 15.976/kg, atau 3,07% di atas HET.

Arief mengimpingkan pentingnya koordinasi antar pihak, baik pemerintah pusat, daerah, Bulog, maupun pelaku usaha. Monitor data dengan seksama, memastikan distribusi beras lancar, dan melakukan intervensi jika diperlukan, seperti operasi pasar atau penyerapan hasil petani, merupakan langkah kunci untuk menjaga keseimbangan kepentingan produsen dan konsumen.

Selain itu, pemerintah juga berusaha mengendalikan inflasi, khususnya inflasi pangan. Pada Januari 2025, inflasi pangan masih tercatat tinggi, yakni 3,07%. Namun, di periode Februari hingga Juni 2025, termasuk saat Ramadan dan Idulfitri, inflasi berhasil ditekan hingga 0,57%. Sayangnya, mulai Juli dan Agustus 2025, inflasi kembali naik, masing-masing 3,82% dan 4,47%. Kenaikan ini menjadi peringatan bagi pemerintah untuk terus meningkatkan program intervensi pangan.

Hargai keberhasilan yang telah dicapai, tetapi jangan melepaskan perhatian. Keseimbangan antara produksi dan konsumsi beras masih perlu diwaspadai, terutama saat musim produksi menurun. Dengan kerjasama dan koordinasi yang baik, stabilitas harga dan ketersediaan beras bisa terus terjaga.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan